Ibu dan ayah, tidak terasa sekarang ananda sudah semakin besar.
Tulang dan otot kaki-tangannya, sudah semakin panjang dan kuat. Ia sekarang
bergerak lebih lincah dan bisa berlari. Kelucuan bayi kecil memang masih
terlihat di wajah dan tubuhnya, tetapi sekarang ia bukan bayi lagi.
Selepas masa bayi, umumnya anak-anak dimasukkan ke program
pendidikan nonformal, seperti Kelompok Bermain (KB) untuk anak umur 3—4 tahun
atau Taman Kanak-kanak (TK) untuk anak umur 5—6 tahun. Nantinya, pada umur
sekitar 6 tahun, barulah ananda akan memasuki pendidikan formal, seperti
Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Mengingat program pendidikan di KB dan TK sering terlihat
seperti bermain dan bernyanyi saja, sehingga banyak juga orangtua yang memilih
untuk mengasuh sendiri anak di rumah dan nanti langsung memasukkannya ke SD.
Hal ini sah-sah saja, meski sebenarnya banyak hal yang dipelajari anak elalui
kegiatan bermain dan bernyanyi ini. Anak memperoleh rangsangan yang dapat
membantu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga ia menjadi
lebih siap memasuki program pendidikan di SD.
Apa pun pilihan ibu-ayah, baik untuk anak yang diikutkan dalam
program pendidikan KB dan TK atau anak yang diasuh sendiri sampai usia masuk
SD, tetap saja ibu dan ayah merupakan peran utama dalam proses pengasuhan anak.
Ibu dan ayah diharapkan dapat memberikan rangsangan yang membantu anak mencapai
perkembangan yang berkualitas. Apalagi kita tahu masa 0—6 tahun adalah masa
dimana anak memiliki kemampuan belajar yang sangat besar. Jadi, bila hanya
mengandalkan program belajar di KB dan TK yang biasanya berlangsung paling lama
2 jam, tidaklah cukup. Kegiatan memberi rangsangan pada anak harus berlangsung
juga di rumah.
Tidak mudah memang, mengasuh anak yang mulai besar. Terdapat
beberapa tantangan tersendiri yang harus dihadapi ibu dan ayah. Buku kecil ini
dipersembahkan untuk memudahkan ibu-ayah dan orang dewasa lain dalam menghadapi
anak-anak usia 3—6 tahun. Dengan membaca buku ini, diharapkan ibu dan ayah
dapat bekerja sama dengan mentor atau guru di KB dan TK dalam upaya
mengoptimalkan perkembangan anak.
A. MEMAHAMI ANAK USIA 3-6 TAHUN
Usia 3-6 tahun adalah masa perkembangan yang menarik. Di usia
ini anak menjadi amat menggemaskan karena mereka sudah bisa berjalan dan
bicara. Banyak sekali kemampuan baru lain yang ditunjukkannya.
Nah,
berikut ini perkembangan yang dialami anak dalam rentang umur 3—6 tahun.
Perkembangan
Fisik
Selain bertambah tinggi dan berat, terjadi perkembangan sel-sel
otak yang sangat pesat. Dengan berkembangnya sel otak, kemampuan anak
mengendalikan gerakannya pun semakin baik. Terdapat 2 jenis gerakan yang mulai
dikuasai anak usia ini, yaitu gerakan motorik kasar (gerakan yang melibatkan
otot-otot besar) dan gerakan motorik halus (gerakan yang melibatkan otot-otot
kecil).
Perkembangan
Kecerdasan
Perkembangan sel otak membuat anak mulai dapat memusatkan
perhatian lebih lama terhadap sesuatu; mulai bisa mengingat sesuatu, bahkan
untuk hal-hal yang detail; juga mulai bisa membedakan hal-hal nyata dan
bayangan atau mimpi.
Perkembangan
Bahasa
Sampai sekitar usia usia 6 tahun, anak dapat mengucapkan sekitar
10.000 kata. Ia juga mampu merangkai kata menjadi sebuah kalimat sederhana.
Mula-mula hanya kalimat yang terdiri atas 2 kata, seperti, “Ade mamam”, lalu
menjadi lebih banyak dan kalimatnya pun semakin lengkap, seperti, “Ade besok
mau makan ayam goreng buatan nenek.”
Perkembangan bahasa berkaitan dengan perkembangan aspek lain.
Ketika anak berbicara dengan ibu-ayah, ia bukan hanya belajar berbahasa,
melainkan juga belajar tentang aturan-aturan, apa yang harus dilakukannya atau
petunjuk umum tentang cara menghadapi suatu masalah.
Perkembangan
Emosi
Anak mulai mengenali perasaan-perasaan yang lebih rumit selain
rasa senang dan sedih. Ia juga mulai lebih paham apa yang menyebabkan munculnya
suatu perasaan tertentu. Meski demikian, pemahamannya masih sangat sederhana.
Hal lain yang juga mulai terlihat adalah kemampuan memahami perasaan orang lain
dan mengendalikan diri. Kedua kemampuan itu amat dibutuhkan untuk belajar
berteman dan mempertahankan pertemanan.
Selain itu, anak-anak usia ini masih sangat mudah terpengaruh
oleh perasaan orang lain, sehingga ia sering terlihat mudah kasihan pada orang
lain. Perasaan seperti ini dibutuhkan untuk menumbuhkan kepedulian dan
ketulusan membantu.
Perkembangan
Identitas Diri
Anak masih berpikir dengan cara sederhana. Bagi mereka hanya ada
“hitam dan putih” atau “baik dan buruk”. Kebanyakan anak melihat diri mereka
sebagai anak baik. Hanya anak-anak yang sering mengalami kekerasan akan merasa
dirinya anak yang tidak berguna atau nakal.
Perkembangan konsep diri memang banyak dipengaruhi lingkungan.
Lihat saja konsep diri yang berkaitan dengan jenis kelamin. Bagaimana
lingkungan memperlakukan anak laki-laki atau perempuan, akan berpengaruh
terhadap perilaku anak. Misalnya, dengan membedakan permainan atau baju-bajunya,
maka anak laki-laki akan menyukai permainan bola, sedangkan anak perempuan main
boneka; baju anak laki-laki berwarna biru, anak perempuan berwarna merah muda.
Terkadang lingkungan juga dapat menentukan sikap anak laki-laki atau perempuan.
Contoh, anak laki-laki dibiasakan berani, tidak boleh menangis, boleh memanjat
dan boleh bermain jauh. Sedangkan anak perempuan boleh terlihat malu-malu, atau
harus rapi dan teliti.
Perkembangan
Sosial
Bila semasa bayi anak lebih sering bersama ibu dan ayah, maka dengan
kemampuan berbahasa yang makin baik, ia mulai dapat menjalin hubungan dengan
orang-orang di sekitarnya, seperti adik, kakak, anak-anak kecil lain atau orang
dewasa lain. Bagaimana cara ibu dan ayah berhubungan dengan anak, akan sangat
memengaruhi caranya bergaul dengan orang lain.
Orangtua yang peka dan memberi rasa aman pada anak, akan membuat
anak memiliki rasa percaya diri ketika berhubungan dengan orang-orang di
sekitarnya.
Sedangkan hubungan anak dengan adik atau kakak, akan
mengembangkan kemampuannya untuk peduli pada orang lain dan keinginan membantu.
Itulah sebabnya terlihat tingkat kepedulian yang berbeda antara anak-anak
tunggal dan anak-anak yang bersaudara banyak.
Hubungan dengan teman sebaya, umumnya mulai dijalin ketika anak
memasuki usia 2 tahun, terutama anak belajar bagaimana berbagi dan menunggu
giliran main. Anak di usia ini memang mulai ingin terlibat dalam kegiatan
bermain bersama teman.
B. APA YANG DIPELAJARI ANAK DI KB ATAU TK?
Perkembangan otak diyakini oleh para ahli terjadi sangat pesat
di masa anak-anak. Bayangkan saja, 50% perkembangan sel-sel otak terjadi ketika
anak mencapai usia 4 tahun dan 80% ketika anak berusia 8 tahun. Oleh karena
itu, anak-anak usia 3—6 tahun diharapkan diikutkan dalam program Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD). Negara-negara yang sudah mengembangkan program PAUD
dengan serius, menganggap program pendidikan di tahap ini tidak lagi hanya
sebagai pelengkap, tetapi sama penting dengan pendidikan di SD dan selanjutnya.
Terdapat 2 tingkatan program untuk anak usia 3—6 tahun yang
sudah dikenal masyarakat Indonesia, yaitu:
- Program untuk anak 3-4 tahun,
dikenal dengan nama Kelompok Bermain (KB).
- Program untuk anak 5-6 tahun,
dikenal dengan nama Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudatul Athfal (RA).
Kedua program pendidikan ini, utamanya bertujuan untuk
menyiapkan anak menghadapi cara belajar di SD. Meski demikian, kegiatan
pembelajaran dalam program ini, tampak belum seserius cara belajar anak-anak
SD.
Anak
usia dini belajar dengan caranya sendiri. Bermain merupakan cara belajar yang
sangat penting dan utama. Bermain dianggap penting karena anak akan belajar
dengan perasaan senang, aktif, tidak terpaksa dan merdeka. Nantinya guru akan
memasukkan unsur-unsur pembelajaran dalam kegiatan bermain, sehingga anak tidak
sadar telah belajar berbagai hal. Misalnya, ketika anak diajak menyanyikan lagu
yang menyebutkan semua anggota tubuh, anak juga belajar tentang anggota
tubuhnya (kepala, pundak, lutut, kaki, dan sebagainya).
Proses belajar yang dilakukan melalui pemberian rangsang fisik
maupun psikologis ini, diharapkan dapat mengoptimalkan semua aspek
perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai agama, (2) sosial-emosional, (3)
kecerdasan, (4) bahasa, (5) fisik-motorik, dan (6) seni. Pengembangan secara
menyeluruh ini dianggap perlu, karena anak-anak dalam program PAUD dipandang
sebagai individu yang baru mengenal dunia.
Anak belum mengenal tatakrama, sopan-santun, aturan, norma atau
aturan bergaul yang membantunya untuk berhubungan dengan orang di sekitarnya,
sehingga perlu dibimbing. Anak juga perlu dibimbing memahami berbagai fenomena
alam dan mengetahui keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup.
C. BEBERAPA KEMAMPUAN YANG HARUS DIAJARKAN PADA ANAK USIA 3—6 TAHUN.
Melakukan
jadwal beraktivitas dan beristirahat yang sehat.
Anak seharusnya sudah tahu kapan waktu istirahat dan kapan waktu
beraktivitas. Ia tidak perlu lagi dipaksa untuk berhenti bermain kala berada di
sekolah atau diminta tidur ketika di rumah.
Memperlihatkan
kebiasaan makan yang sehat.
Anak diharapkan sudah bisa makan sendiri dengan rapi. Ia juga
mau mencoba berbagai rasa atau jenis makanan baru.
Dapat
buang air besar dan kecil sendiri di tempatnya.
Paling tidak ia harus sudah bisa memberi tahu kapan akan buang
air besar (BAB) atau kecil (BAK) dan mau belajar untuk dapat BAB atau BAK
sendiri, dengan cara yang sesuai jenis kelaminnya. Selain itu, anak juga perlu
belajar menyesuaikan diri dan dapat menerima berbagai kondisi jamban atau kamar
mandi.
Mampu
melakukan aktivitas fisik yang dibutuhkan sesuai usianya.
Termasuk kegiatan motorik kasar (seperti memanjat,
menyeimbangkan diri, berlari, meloncat, mendorong, menarik, menangkap), motorik
halus (seperti mengancingkan baju, menarik retsleting, menggunting, menggambar,
mewarnai, membentuk tanah liat).
Ikut
serta dalam kegiatan keluarga.
Anak seharusnya sudah mampu terlibat dalam berbagai kegiatan
keluarga (seperti ke acara pernikahan) dan menerima tanggung jawab, meski
sederhana (seperti membereskan mainan).
Menunda
dan mengendalikan keinginan.
Bayi-bayi kecil tentu saja tidak bisa menunda keinginannya untuk
mendapatkan sesuatu. Semakin besar, anak harus dapat mengendalikan diri.
Terhadap teman, ia harus dapat berbagi dan menunggu giliran. Sedangkan ketika
berada di tempat tertentu, seperti tempat ibadah, ia harus menyesuaikan
tindakannya, seperti tidak boleh berlari atau berteriak-teriak.
Menunjukkan
perasaan dengan cara yang sehat.
Di usia ini, anak diharapkan mampu membedakan lebih banyak jenis
perasaan, bukan hanya terbatas pada senang atau sedih. Jenis perasaan lain yang
perlu dikenalnya adalah rasa takut, sayang, bersemangat, senang, cemas atau
sedih. Selain memahami perasaan sendiri, anak juga diharapkan dapat memahami
perasaan orang lain, sehingga ketika menun18 jukkan perasaannya, sudah
mempertimbangkan perasaan orang lain. Misalnya, ketika marah, ia tidak boleh
berteriak dan memukul, karena hal itu menyakiti orang lain.
Memulai
dan mempertahankan hubungan dengan orang-orang di sekitarnya.
Anak sudah bisa bercerita atau mendengarkan orang lain.
Keterampilan ini diperlukan dalam berteman, sehingga tidak heran bila di usia
ini anak sudah dapat berteman.
Menghindari
bahaya.
Anak diharapkan paham hal-hal yang membahayakan, seperti api,
lalu lintas, tempat tinggi, racun, binatang, kolam yang dalam, dan sebagainya.
Ia juga perlu paham apa yang harus dilakukan untuk menghindari bahaya sesuai
usianya. Contoh, anak diajarkan cara menyeberang jalan, menghadapi anjing, atau
menolak tawaran orang asing.
Berani
menunjukkan keinginannya.
Anak mampu bercakap-cakap. Ia juga memiliki rasa ingin tahu yang
besar, sehingga kebanyakan anak sudah mampu menyampaikan pemikirannya,
bertanya, dan berinisiatif melakukan sesuatu
Mulai
memahami tentang dirinya sendiri, konsep Tuhan dan benda-benda di sekitar.
Misalnya,
perbedaan jenis kelamin, cara kerja suatu alat atau paham tentang benda-benda
alam (bintang, matahari).
D. TANTANGAN MENGASUH ANAK USIA DINI DAN CARA MENGATASINYA
Baik sekolah maupun ibu-ayah, pada dasarnya memiliki keinginan
yang sama dalam mendidik dan mengasuh anak usia dini, yaitu menyiapkan anak
untuk menghadapi kehidupan. Hanya saja, sekolah lebih khusus menyoroti kesiapan
anak menghadapi pelajaran di SD, sedang ibu-ayah menyoroti kesiapan anak
menghadapi tantangan dalam kehidupannya secara keseluruhan. Adanya kesamaan
tujuan ini seharusnya membuat kedua pihak dapat saling bahu membahu dalam
mengembangkan kemampuan anak usia dini.
Memang, tidak mudah mengasuh anak pada usia ini. Setelah
mengetahui kemampuan apa yang harus dicapai anak di usia ini, ibu dan ayah juga
perlu tahu masalah yang sering muncul pada usia ini dan cara mengatasinya.
Berikut adalah berbagai tantangan yang sering dihadapi orangtua berkaitan
dengan perkembangan anak usia 3—6 tahun dan cara mengatasinya.
Tantangan
Anak sangat aktif, tidak bisa diam, sehingga membutuhkan
perhatian lebih. Hal ini sering melelahkan ibu dan ayah.
Saran
Tindakan
- Anak menjadi sangat aktif
karena rasa ingin tahunya. Untuk membuatnya mau memusatkan perhatian lebih
lama pada suatu kegiatan, pikirkan kegiatan bermain yang menarik. Mengajak
bermain juga dapat mengajari anak akan banyak hal.
- Berikan fasilitas bermain
sesuai dengan usianya. Tidak perlu mahal, karena banyak barang yang dapat
dimanfaatkan. Cari barang yang menarik perhatian dan dapat digunakan untuk
belajar sesuatu, tetapi aman.
- Contoh, kotak karton mi instan
dipakai bermain rumah-rumahan.
- Sempatkan diri untuk
beristirahat, karena memang mengikuti aktivitas anak sering membuat kita
lelah.
Tantangan
Dalam beraktivitas (berkegiatan), anak belum bisa memperkirakan
bahaya, sehingga selalu harus dijaga.
Saran
Tindakan
- Perhatikan lingkungan rumah,
cari alat-alat yang membahayakan anak, lalu jauhkan atau simpan di tempat
yang aman. Selain itu, ubah tata ruang bila memang membahayakan. Contoh,
buatlah tempat penyimpanan khusus untuk pisau, linggis, cangkul, gergaji
dan benda-benda tajam lain; tumpulkan sudut-sudut meja, terutama meja
kaca; berikan pagar pengaman di tangga.
- Jelaskan pada anak tentang
bahaya dan ajarkan cara menghindarinya.
- Misalnya, naik ke tempat tinggi
akan membuatnya jatuh, jadi ajarkan cara memanjat yang benar.
- Manfaatkan bantuan orang lain
untuk membantu menjaga anak, tetapi jangan lupa untuk memberi tahu apa
yang harus dan tidak boleh dilakukan, selain juga harus tetap “memeriksa”
sesekali.
Tantangan
Anak belum bisa mematuhi jadwal kegiatan rutin dan mulai suka
melawan atau menghindar bila diminta melakukan sesuatu.
Saran
Tindakan
Hindari hukuman dalam mengajarkan disiplin. Untuk itu lakukan:
- Pertama kali, tentukan perilaku
yang ibu-ayah harapkan.
- Jelaskan pada anak, mengapa hal
itu harus dilakukan. Semakin konkret penjelasannya, semakin mudah
dipahami.
- Bantu anak untuk mengikuti jadwal
atau perilaku yang telah ditetapkan.
- Berikan pujian ketika anak
mampu melakukannya, bahkan ketika perubahan yang terjadi amat sedikit.
- Sepakati hadiah di awal. Hadiah
tidak perlu mahal. Contoh, bila dalam 1 minggu minimal ia menyikat gigi
sebelum tidur sebanyak 5 kali, akan diberi 1 buah ikat rambut. Anak-anak
selalu senang melakukan sesuatu untuk hadiah
Tantangan
Anak sering bertengkar dengan temannya.
Saran
Tindakan
- Di usia ini anak memang sedang
belajar membina hubungan sosial, terutama dengan teman. Agar dapat
berteman, paling tidak ia harus belajar berbagi dan menunggu giliran.
Jadi, biasakan anak untuk melakukannya di rumah, baik dengan ayah, ibu
maupun anggota keluarga lain.
- Jelaskan pada anak, apa yang
diharapkan untuk dilakukannya dalam situasi itu, misalnya meminta pada
teman, bukan merebut.
- Beri kesempatan pada anak untuk
menceritakan situasi sebenarnya. Dalam menceritakan, terdapat hal penting
yang sangat berarti bagi anak, yaitu kesempatan menunjukkan emosinya. Tunjukkan
bahwa ibu-ayah memahami emosinya, misalnya dengan mengatakan, “Anak Ibu
sepertinya sedih sekali mainannya direbut ya?”
- Jelaskan
kemungkinan-kemungkinan mengapa hal itu dapat terjadi, seperti, “Mungkin
Dodi marah karena kamu memukul tangannya, Nak.”
- Ajarkan cara mengatasinya.
Bahkan ajarkan kata-kata yang harus diucapkan untuk mengatasi situasi
pertengkaran itu.
- Bila memungkinkan, fasilitasi
anak untuk memperbaiki hubungannya dengan temannya, dengan mengutamakan
keadilan. Cara ibu-ayah mengatasi masalah akan ditirunya dan hal itu
membuat anak belajar menghadapi masalah dalam hubungan pertemanan.
- Selalu berikan pujian pada anak
ketika ia melakukan suatu tindakan yang sudah sesuai.
Tantangan
Anak masih suka mengamuk dan berlebihan ketika mengekspresikan
(mengungkapkan) perasaannya
Saran
Tindakan
- Anak-anak menjadi berlebihan
dalam mengekspresikan emosi (berteriak, menangis keras, mengamuk,
berguling-guling di lantai) karena ketika ia mencoba menarik perhatian
ibu-ayah, tidak segera mendapatkannya. Oleh karena itu, tunjukkan
perhatian ibu-ayah sejak awal, misalnya dengan menoleh padanya atau
mendekat ketika ia memanggil atau mengajak bicara.
- Bila sudah mengamuk, jauhkan
anak dari benda-benda berbahaya.
- Peluk anak atau tunjukkan bahwa
ibu-ayah peduli padanya. Emosi anak biasanya akan mereda. Tindakan
ibu-ayah menunjukkan kepekaan dan pemahaman atas perasaannya. Ini akan
mengajari anak untuk peka pula pada perasaan orang-orang di sekitarnya.
- Bila anak mulai memukul,
tangkap tangannya dan tatap matanya sambil mengatakan “STOP”. Pilih kata
yang singkat
- Ajak bicara, pahami masalahnya,
lalu ajarkan dan bantu anak menyelesaikan masalahnya. Tidak berarti
ibu-ayah harus selalu mengikuti kemauannya, lo. Misalnya, ia ingin es
krim, padahal tidak boleh karena sedang pilek. Alihkan dia pada makanan
yang memungkinkan.
- Dalam suasana
yang sudah menyenangkan, ajarkan cara meminta perhatian ibu-ayah tanpa
perlu berteriak atau marah.
Tantangan
Mengingat anak mulai bersekolah, ibu-ayah sering cemas tentang
biaya pendidikan untuk anak.
Saran
Tindakan
- Persiapkan anggaran sedini
mungkin, bahkan sejak ananda masih bayi, agar upaya menabung tidak dirasa
memberatkan.
- Pisahkan tabungan untuk
pendidikan agar memudahkan ibu-ayah mengatur anggaran keuangan keluarga.
- Realistis dalam merencanakan
anggaran. Hitung dulu seberapa besar penghasilan ibu-ayah, baru kemudian
tentukan rencana yang paling mungkin dicapai.
- Tentukan prioritas. Jika
kebutuhan hidup sangat banyak dan sulit untuk menyisihkan dana pendidikan
ananda, maka kurangi beberapa pos pengeluaran yang tidak terlalu penting,
seperti belanja pakaian dan jajan yang tak perlu.
- Pilih cara menyimpan dana
pendidikan. Umumnya dana pendidikan diatur dengan menabung atau membeli
asuransi. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pelajari keduanya dan pilih yang paling sesuai untuk ibu-ayah.
Tantangan
Anak sering meniru perilaku ibu dan ayah. Misalnya, ketika ia
menegur kakak untuk tidak ribut, sangat mirip dengan ayah, lengkap dengan
tangan yang menunjuk-nunjuk.
Saran
Tindakan
- Anak-anak pada usia ini memang
sedang senang meniru. Ketika meniru, sebenarnya ia sedang mengembangkan
kemampuan sosialnya. Dalam perkembangan sosialnya, ibu dan ayah memang
memiliki pengaruh yang besar. Peran yang dijalani ibu dan ayah dalam
membantu perkembangan sosial anak adalah sebagai :
1) Lawan bicara. Mengajak anak bicara, berarti mengajari dan
mendorongnya untuk berinteraksi dan menjalin hubungan.
2) Pelatih. Ibu-ayah memang merupakan pelatih dan contoh bagi anak
tentang bagaimana cara menjalin hubungan dengan orang di sekitarnya.
3) Sebagai orang yang mencarikan kesempatan dan aktivitas bagi anak
agar kemampuan bersosialisasinya berkembang. Terkadang anak-anak tidak berani bicara
dengan orang lain. Ketika ia diminta untuk bersalaman, mengucapkan terima kasih
atau menyebut nama, ibu dan ayah telah memberinya kesempatanan untuk menjalin
hubungan dengan orang lain.
Sumber
Bacaan
The
Process of Parenting oleh J. Brook. Penerbit: Mc. • Graw-Hill, tahun 2008
Marriage
and Family Development oleh E. Duvall. • Penerbit: J.B. Lippincott Company.
tahun 1977
Child
Development oleh Laura E. Berk. Penerbit: • Pearson Education Inc., tahun 2003
The
Big Book of How to Say It oleh Dr. Paul Coleman & • Richard Heyman, Ed. D.
Penerbit: Prentice Hall Press, tahun 2001
28
Sukses Mengasuh Anak 3-6 Tahun
Amy
Kadarharutami, M.Psi
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar