Komunikasi
yang terjalin antara ibu dan ayah dengan anak sering kali tidak berjalan
selaras. Padahal, ketidakselarasan komunikasi ini selanjutnya dapat berdampak
pada perilaku anak di masyarakat. Anak bisa mencari pelarian yang salah di luar
rumah (lingkungan) karena anak merasa ibu dan ayahnya tidak dapat mengerti
permasalahan yang dihadapinya. Ketidakselarasan komunikasi antara ibu-ayah dan
anak biasanya disebabkan adanya perbedaan dunia anak dengan dunia orang dewasa.
Tentunya bukan anak yang harus menyesuaikan, melainkan ibu-ayahlah yang
seharusnya memahami.
Ibu
dan ayah tercinta, sebelumnya mari kita lihat sebuah data survei yang
menggemparkan dari KOMNAS Perlindungan Anak Indonesia terhadap anak-anak SMP
dan SMU di 12 kota besar di indonesia, tahun 2007 tentang perilaku menyimpang
pada remaja. Dari 4.500 anak SMP dan SMU, 3.000 di antaranya mengaku sudah
tidak perawan! Bahkan, ada pula (21,2%) yang pernah menggugurkan kandungan!
Para
pakar pendidikan menyimpulkan, sebagian besar hal ini terjadi awalnya
disebabkan oleh kurangnya komunikasi ibu-ayah dengan anak sejak usia dini, yang
kemudian terkumpul dan membesar. Pengakuan dari salah seorang anak mengungkap
bahwa mereka melakukan hal itu tanpa sepengetahuan orangtuanya, selain itu
beberapa melakukannya karena merasa kurang diperhatikan oleh orangtuanya.
Kurangnya komunikasi antara ibu-ayah dengan anaknya membuat anak merasa kurang
diperhatikan sehingga mereka mencari sumber perhatian dan kasih sayang yang
lain.
Sebagai
orangtua, kita merasa sudah memberikan perhatian dan kasih sayang cukup. Sering
kali kita tidak mau menyadari kesalahan kita dan cenderung lebih menyalahkan
anak atas perbuatannya tersebut. Hingga akhirnya bisa berakibat fatal dan hal
ini tentu akan sangat merugikan kita maupun anak.
Apakah komunikasi itu?
Secara
umum komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau pertukaran
kata-kata/gagasan dan perasaan, di antara dua orang atau lebih.
Pada
anak usia dini, berbicara adalah salah satu contoh dari bentuk komunikasi.
Contoh lainnya, seorang bayi berusia 3 bulan menangis keras, ibunya datang
menghampiri dan memeriksa popok bayi yang ternyata basah. Tangisan si bayi
merupakan bahasa komunikasi yang digunakannya untuk menyampaikan pesan. Mengapa
diperlukan komunikasi dengan anak sejak usia dini?
Anak
usia dini memiliki karakteristik yang unik. Mereka berpikir konkret (nyata) dan
lebih percaya dengan apa yang mereka lihat daripada yang mereka dengar. Ibu dan
ayah yang memiliki keterampilan berkomunikasi akan meliputi:
1.
Mengenali anak-anak dengan lebih baik
lagi
2.
Mengetahui keinginan dan minat anak;
3.
Dapat menjelaskan suatu pengetahuan,
nilai agama, nilai moral, nilai sosial pada anak dengan cara yang lebih mudah;
4.
Menjadi lebih percaya diri dalam
berkomunikasi sehingga menjadi berhasil guna.
5.
Pentingnya komunikasi bagi anak usia
dini:
6.
Mampu mengembangkan kecerdasan bahasa.
7.
Mampu belajar tentang pengetahuan
sekitarnya.
8.
Mampu membangun kecerdasan sosial
emosional.
9.
Mampu menjalin hubungan kekeluargaan, mengembangkan
kepercayaan diri dan harga diri anak.
10.
Mampu meningkatkan kecerdasan berpikir
anak untuk membedakan benar salah.
11.
Mengembangkan kepedulian terhadap
lingkungan dan alam sekitar.
12.
Mengenalkan pada Tuhan Maha Pencipta.
13.
Sebagai alat untuk menyelesaikan
masalah.
Karakteristik anak usia
dini dalam berkomunikasi:
- Anak
berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan isyarat tubuhnya.
- Kemampuan
bahasa anak terus didorong untuk membantu anak dalam mengungkapkan
keinginan dan menjalin hubungan dengan orang lain.
Awal Kata dan Kalimat
Pada Komunikasi Anak Usia Dini
Kata-kata
pertama adalah ucapan seorang anak setelah mampu bicara dengan orang lain.
Kata-kata pertama merupakan cara seorang anak untuk menyampaikan pesan kepada
orang lain, biasanya dianggap sebagai proses perkembangan bahasa yang
dipengaruhi oleh kematangan kecerdasan. Kematangan kecerdasan tersebut biasanya
ditandai dengan kemampuan anak usia dini untuk menyusun kata dalam berbicara.
Kemampuan ini akan terus berkembang jika anak usia dini sering berkomunikasi atau
berinteraksi2 dengan orang lain.
Perkembangan kalimat pada
anak usia lima tahun pertama:
1. Tahap Awal Bahasa di
Usia 0—1 Tahun
Ditandai
dengan kemampuan bayi untuk mengoceh sebagai cara berkomunikasi dengan ibu dan
ayahnya. Bayi mampu memberikan respons atau tanggapan yang berbeda-beda
terhadap perangsangan yang diberikan oleh orang di sekelilingnya. Contoh, bayi
akan tersenyum
Kepada orang yang
dianggapnya ramah; sebaliknya, dia akan menangis dan menjerit kepada orang yang
dianggap tidak ramah atau ditakutinya.
2. Tahap Bahasa Dini di
Usia 1—2½ Tahun
Ditandai
dengan kemampuan anak membuat kalimat menggunakan satu kata maupun dua kata
dalam suatu percakapan dengan orang lain. Periode ini terbagi atas 3 tahap:
a. Bicara satu kata,
yaitu kemampuan anak membuat kalimat yang terdiri dari satu kata tetapi
mengandung pengertian secara menyeluruh dalam suatu percakapan. Misal, ananda
mengatakan, ”Ibu.” Hal ini dapat berarti, “Ibu tolong saya.”; ”Itu Ibu.”; ”Ibu
ke sini.”
b. Bicara dua kata,
yaitu kemampuan anak membuat kalimat menggunakan dua kata sebagai ungkapan
komunikasi dengan orang lain. Contoh, “Kakak jatuh.”; “Lihat gambar.”
c. Bicara lebih dari
dua kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat secara lengkap lagi. Umpama,
”Saya minum susu.”
3. Tahap Bahasa usia 2½—5
Tahun
Ditandai
dengan kemampuan anak menguasai bahasa yang lebih lengkap. Ragam kata dan
jumlahnyapun sudah berkembang. Contoh, “Saya mau makan buah melon.”; ”Saya
kemarin pergi ke rumah nenek di Bandung.”
Bentuk-Bentuk Komunikasi Berdasarkan Cara Pengasuhan Orangtua
A.Bentuk Komunikasi
Otoriter (Memaksakan Kehendak)
Saat
anak usia dini berkomunikasi, berbincang, maupun berdebat dengan kita, sering
kali seorang anak merasa kesal, marah, dan berakhir dengan keterpaksaan anak
menerima pendapat kita. Ini disebabkan sering kali anak dianggap sebagai orang
yang tak tahu apa-apa dan harus menurut apa kata dan kehendak kita. Hal
tersebutlah yang membuat anak enggan berkomunikasi dengan kita, karena sudah
dapat diketahui hasil akhirnya: anak harus menuruti kehendak ibu dan ayahnya.
Inilah
bentuk komunikasi otoriter yang tidak disukai anak usia dini. Ciri-cirinya saat
sedang menjalin komunikasi bisa dilihat sebagai berikut:
a.
Lebih banyak bicara daripada
mendengar, ini merupakan sifat kebanyakan ibu dan ayah. Kita merasa lebih
mengerti dan lebih berpengalaman daripada anak kita. Padahal ini dapat membuat
anak putus asa dan enggan menjalin komunikasi yang lebih baik dengan kita.
b.
Cenderung memberi nasihat dan arahan,
tanpa memedulikan perbedaan masa lalu kita dengan masa anak. Kita cenderung
mengatakan ini boleh atau itu tidak boleh dan mengharuskan anak mematuhi tanpa
menjelaskan alasan dan sebab akibat jika mereka melakukannya. Tak jarang kita
memberikan alasan yang tidak dipahami anak kita.
c.
Tidak mau mendengar dan memahami
dahulu masalah yang dialami anak. Hal ini biasanya lebih dikarenakan
keterbatasan waktu yang kita miliki, sehingga kita enggan berlama-lama
mendengarkan masalah anak kita.
d.
Tidak memberi kesempatan kepada anak
untuk mengungkapkan pendapat. Kita cenderung merasa paling tahu dan paling
benar daripada anak.
e.
Selalu menyalahkan anak. Jika anak
melakukan kesalahan, kita tidak meminta penjelasan mengapa ia melakukan hal itu
dan mengapa ia tidak boleh melakukan hal itu.
f.
Ibu dan ayah yang budiman, itulah gaya
komunikasi otoriter atau komunikasi yang memaksakan kehendak pada anak usia
dini dan hal ini tidak disukai oleh anak-anak kita.
B. Bentuk Komunikasi
Demokratis (Saling Menghargai)
Kita
harusnya mampu menjadikan saat berkumpul dan berbincang dengan keluarga sebagai
saat yang berkesan bagi anak, meski itu hanya beberapa menit dalam sehari. Yang
perlu kita pahami adalah setiap anak memiliki keinginan untuk dihargai dan
pendapat yang mungkin berbeda.
Hal-hal yang bisa ibu
dan ayah lakukan dalam menciptakan komunikasi yang berkesan dengan anak, antara
lain:
- Anggap
anak sebagai teman. Berikan perhatian dan kasih sayang pada saat ia
menceritakan kisahnya, berikan tanggapan selayaknya seorang teman dan
bukan sebagai orangtua yang mengatur hidup anaknya.
- Puji
keberhasilan-keberhasilan kecil yang telah dilakukan anak. Hal ini akan
membuat anak merasa dihargai dan bisa membuat bangga keluarga, juga dapat
menumbuhkan rasa percaya dirinya.
- Hargai
apa yang telah dilakukannya pada kita. Mungkin hanya sekadar perbuatan
kecil, seperti mengembalikan mainan pada tempatnya, menata sepatu di
raknya, dan sebagainya.
- Gunakan
bahasa yang mudah dimengerti oleh anak, bila perlu kita cari ungkapan yang
paling sederhana agar ia dapat menangkap maksud tanpa salah mengartikan
perkataan kita. Selain itu, gunakan kata-kata yang menarik saat berbicara
dengannya dan sertai dengan canda-canda kecil agar ia tidak merasa
tertekan.
- Yakinkan
pada anak, kita bisa diandalkan. Tentu tidak hanya sebatas kata-kata,
melainkan harus diwujudkan dengan perbuatan. Jadilah kita sebagai ibu dan
ayah yang dapat diandalkan dan selalu ada di saat-saat ia sedang
membutuhkan bimbingan, dorongan atau hanya sekadar pujian.
- Ungkapkan
dengan perbuatan. Adakalanya komunikasi tidak terjalin melalui kata-kata
namun tidak berarti komunikasi tidak terjalin. Untuk menunjukkan kasih sayang
bisa diungkapkan melalui sentuhan, memeluk, membelai, menatap dengan
lembut ataupun mencium. Hal ini bisa membuat anak merasa disayang dan
diperhatikan.
- Ibu
dan ayah terkasih, bila komunikasi demokratis yang saling menghargai ini
dilakukan, anak akan menyukainya dan akan menjadi komunikasi yang
berkesan.
C. Bentuk Komunikasi
Permisif (Membiarkan)
Kita
cenderung membiarkan anak, tidak peduli, dan kurang sekali terlibat saat
berkomunikasi dengan anak. Biasanya kita kurang menggunakan hak kita untuk
membuat aturan dan cenderung menerapkan hukuman pada anak, namun tidak
membimbing dan memberikan peran anak dalam keluarga.
Tip Berkomunikasi dengan
Anak
Ibu
dan ayah yang berbahagia, berkomunikasi dengan anak usia dini berbeda dari
berkomunikasi dengan remaja maupun orang dewasa. Pemikiran anak cenderung lebih
sederhana, konkret (nyata), penuh khayal, kreatif, ekspresif, aktif, dan selalu
berkembang. Untuk itu, ibu dan ayah harus dapat menyesuaikan cara
berkomunikasinya dengan anak-anak (bukan anak-anak yang harus menyesuaikan
dengan ibu dan ayahnya). Dalam bahasa lain, kita menerapkan komunikasi
demokratis atau yang saling menghargai.
Untuk
membuat anak usia dini merasa nyaman saat berkomunikasi dengan ibu dan ayah,
upayakanlah menerapkan hal-hal berikut:
1.
Dengarkan apa yang diceritakan ananda
dan pancing untuk lebih banyak bercerita. Ia senang sekali menceritakan
pengalaman-pengalaman yang baru dilaluinya dan ia akan bersemangat bercerita,
jika ibu-ayah mendengarkan dan tertarik dengan apa yang diceritakannya.
2.
Saat ananda sedang menceritakan
sesuatu, fokuskan perhatian pada ceritanya. Hentikan sejenak kegiatan yang
ibu-ayah lakukan, ajak ia mendekat dan dengarkan dengan saksama. Jika perlu,
beri sedikit tanggapan.
3.
Ulangi cerita ananda untuk menyamakan
pengertian, karena mungkin bahasa anak berbeda dengan bahasa kita, sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami cerita anak.
4.
Bantu ananda mengungkapkan perasaannya
dengan bertanya. Jika ananda masih bingung tentang apa yang dirasakannya, apa
yang membuatnya sedih atau gembira, maka dengan meminta ia bercerita akan
membuatnya merasa diperhatikan.
5.
Bimbing ananda untuk memutuskan
sesuatu yang tepat. Jelaskan akibat apa yang akan terjadi jika ia mengambil
suatu keputusan, jelaskan sebab dan akibat dari keputusan itu secara sederhana
agar mudah dimengerti olehnya.
6.
Emosi ananda yang masih belum stabil
membuat ia mudah marah. Tunggu sampai ia tenang, baru dekati dan tanyakan apa
yang mengesalkan hatinya. Jangan sampai membuat ananda merasa sedang diabaikan
atau tak diacuhkan.
7.
Saat berkomunikasi dengan anak usia
dini, ibu dan ayah tak perlu malu, misalnya harus berperan sebagai badut di
depan anak, jika dengan cara itu anak akan lebih bisa memahami dan mengerti apa
yang ibu-ayah maksudkan.
Komunikasi
dengan anak yang dijalin sejak dini dapat memudahkan dalam mendidik dan
mengarahkan anak usia dini. Yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Ibu-Ayah
Ketika Berkomunikasi dengan Anak.
Hindari dan tidak
dilakukan:
A. 12 gaya berkomunikasi negatif sebagai berikut:
1. Memerintah
2. Meremehkan
3. Membandingkan
4. Memberi julukan
negatif
5. Mengancam
6. Menyindir
7. Menyalahkan
8. Menasehati
9. Membohongi
10. Menghibur
11. Mengkritik
12. Menyelidik
Bila salah satu gaya
itu dilakukan, maka:
- Anak usia dini
tidak percaya pada perasaannya sendiri.
- Anak usia dini
tidak percaya diri.
B. Berbicara
tergesa-gesa.
Karena:
- Kemampuan anak usia
dini menangkap pesan masih terbatas.
- Tidak memberi kesempatan
pada anak usia dini untuk memahami pesan.
Bila hal tersebut
dilakukan, maka:
- Anak usia dini
tidak memahami pesan.
- Terjadi banyak
kesalahan dalam proses pengasuhan, akhirnya ibu-ayah jadi sering marah.
II. Yang boleh dilakukan:
A. Membaca bahasa isyarat
tubuh (perilaku anak).
Karena:
- Bahasa tubuh atau
perilaku anak lebih mudah dilihat dan tidak pernah berbohong.
- Bahasa tubuh lebih
nyata dibandingkan dengan bahasa lisan.
Bila hal tersebut
tidak dilakukan, maka:
- Kita tidak akan
memahami anak.
- Anak usia dini
lebih mudah emosi/marah.
B. Mendengarkan ungkapan
perasaan anak.
Dengan kita
mendengarkan ungkapan perasaan anak berarti:
- Mengurangi emosi
anak.
- Merangsang
kemampuan berbicara.
Caranya:
- Kita ikut merasakan
kesedihan, kegelisahan, dan kesenangan anak.
C. Mendengarkan aktif.
Untuk membangun anak
dalam hubungan sosialnya dan kepercayaan dirinya.
Caranya:
- Dengarkan dengan
sungguh-sungguh sepenuh perasaan.
- Wajah ibu-ayah
menghadap langsung ke wajah anak, dengan pandangan mata sejajar.
D. Menggunakan pesan
sayang.
Untuk melatih anak
memahami perasaan orang lain.
Caranya:
- Ungkapkan perasaan
sayang (positif) ibu-ayah kepada anak. Contoh, ”Ibu khawatir kalau kamu
berlari-larian seperti itu, nanti kamu bisa terjatuh, Nak.” Atau, “Ayah sayang
kamu, Nak. Karena itu Ayah sedih kalau kamu suka memukul temanmu.”
E. Menggunakan kata
motivasi
Gunakan kata ”ayo”,
”coba”, ”mari”, ”silakan” untuk menggantikan kata ”jangan” dan ”tidak”.
Catatlah berapa kali dalam sehari ibu dan ayah menggunakan kata ”tidak”,
”sudah”, ”berhenti”, ”jangan”, ”tunggu”, ”ayah/ibu bilang apa”. Gantilah
kata-kata tersebut dengan kata-kata positif dalam komunikasi:
- Untuk memberikan
motivasi dan dukungan, kata ”ayo”, ”coba”, ”mari”, ”silakan” dapat membantu
anak usia dini mencoba melakukan. Sedangkan kata ”jangan” dan ”tidak boleh”
kadang malah dapat mendorong anak melakukan perlawanan, penolakan atau ingin
mencoba. Contoh kalimat larangan, ”Jangan naik pohon, nanti jatuh!”
Dapat diganti dengan
kalimat ajakan, “Ayo, kita bermain di bawah pohon saja, pasti lebih
menyenangkan.”
- Untuk menggantikan
kalimat larangan harus diberikan pilihan yang dapat dipilih anak. Misalnya,
seorang anak bernama Ade, meloncat-loncat di atas kursi, maka kalimat yang kita
gunakan, misalnya, “Ade boleh duduk di atas kursi atau boleh meloncat di atas
karpet ini.”
F. Menggunakan kalimat
dan kata-kata positif.
Mengajak dengan
menggunakan kalimat positif dan melarang dengan alasan yang bisa dipahami anak.
Contoh:
- Anak mau naik pohon
yang basah karena hujan.
Kalimat yang biasa
digunakan adalah, ”Kamu jangan naik pohon, nanti jatuh.” Sebaiknya ganti dengan
kalimat, ”Nak, coba lihat, pohon ini licin karena hujan semalam, kamu bisa
terpeleset dan jatuh kalau naik pohon ini.” Atau, ”Pohon ini licin karena hujan
semalam, kamu bisa terpeleset dan jatuh kalau memanjatnya, jadi sebaiknya kamu
tidak naik pohon ini.”
- Anak berjalan
dengan menyeret selimutnya.
Kalimat yang biasa
digunakan, ”Selimutnya jangan diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.” Gantilah
dengan kalimat positif berikut, ”Maaf, Nak, selimutnya sebaiknya tidak
diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.” Atau, ”Maaf, Nak, angkat selimutnya
supaya tetap bersih.”
G. Membiasakan
mengucapkan kata “terima kasih”, “permisi”, ”maaf” dan ”minta tolong” pada anak
sesuai dengan kejadiannya.
Contoh:
- “Terima kasih ya,
Nak, Bunda dibantu merapikan mainan.”
- “Permisi ya, Nak,
Ibu ke dapur sebentar.”
- “Maaf, Nak, kita
bermainnya sudah cukup dulu, sekarang waktunya mandi.”
- “Nah, Ayah minta
tolong, sampahnya dibuang di tempat sampah, ya.”
H. Mengembangkan
pertanyaan terbuka.
Untuk melatih
berpikir kritis dan kecerdasan anak usia dini.
Caranya:
- Ajari anak
membedakan perbuatan baik dan buruk.
Contoh, ketika anak
menonton film kartun Tom and Jerry, tanyakan kepadanya, ”Nak, menurutmu,
perbuatan Tom dan Jerry yang selalu berkelahi itu, baik apa tidak ya? Sebaiknya
bagaimana, ya?”
- Ajari anak
membedakan benar dan salah.
Contoh, ”Nak,
sebaiknya kita membuang sampah di mana, ya?”
I. Menggunakan kata-kata
yang benar.
Untuk melatih anak
memiliki pengetahuan tentang tata bahasa yang benar, kita tidak dibenarkan
mengikuti atau menirukan kata-kata anak yang masih belum jelas, atau
pemenggalan kata yang tidak utuh. Contoh: kata ”mam-mam” untuk ”makan”, ”embin”
atau ”obin” untuk ”mobil”, dan sebagainya.
Jadi, kita harus
mengucapkan kata dengan istilah yang sebenarnya dan jelas. Contoh, kita mau
meminta anak usia dini menirukan kata ”makan”. Jangan katakan, ”Nak, agar kamu
jadi kuat dan sehat, kamu harus ma....” (mengharap anak melanjutnya dengan suku
kata ”kan”). Seharusnya kita mengatakan, ”Nak, agar kamu jadi kuat dan sehat,
kamu harus makan. Harus apa, Nak?”, dengan harapan anak akan mengatakan
”makan”. Jadi, gunakan kata yang utuh.
J. Memberikan contoh
perbuatan dari orangtua.
Apa yang dilihat anak
akan dilakukan, karena anak lebih percaya pada apa yang dilihat daripada
didengar. Jadi, sebaiknya ibu dan ayah memberikan contoh perbuatan secara
langsung pada anak.
Antara lain:
- Pembiasaan
menggosok gigi saat anak telah tumbuh giginya. Ibu dan ayah menggosok gigi di
dekat anak, anak diberikan sikat gigi yang sesuai dan dapat memotivasinya untuk
mencoba, semisal sikat gigi dengan bentuk dan gambar-gambar lucu.
- Pembiasaan membuang
sampah di tempat sampah. Ibu dan ayah menunjukkan sambil berkata, ”Kalau
membuang sampah harus di tempat sampah.”
- Pembiasaan
merapikan mainan. Ibu dan ayah memberikan contoh merapikan mainan, lalu anak
diminta melanjutkan sampai tuntas. Atau, ibu-ayah mengajak dan anak merapikan
mainan bersama-sama, ”Nak, ayo kita simpan kembali mobil-mobilan ini di kotak
mainannya.”
- Pembiasaan membaca.
Ibu dan ayah seringlah membaca buku, majalah, atau koran di dekat anak.
Sediakan buku cerita bergambar yang sesuai dengan usia anak untuk merangsang
anak tertarik dengan buku dan akhirnya jadi gemar membaca.
PESAN UNTUK IBU - AYAH
Ibu dan ayah yang
budiman, apa pun yang didengar dan dilihat oleh anak usia dini, merupakan
rangsangan yang akan diolah dan disimpan dalam ingatannya. Marilah kita
memberikan contoh yang nyata dan hindari penggunaan kata-kata yang tidak layak
didengar maupun sikap yang tidak layak dilihat olehnya. Untuk itu, dalam
berkomunikasi dengan anak, ibu dan ayah harus memerhatikan karakter anak usia
dini, agar komunikasi menjadi berhasil guna. Komunikasi harus dibina sedini
mungkin dan dilandasi oleh pengertian dari ibu-ayah. Tentunya, komunikasi yang
dapat dilakukan tidak hanya sebatas pada percakapan semata, tetapi juga bisa
diwujudkan melalui perbuatan, seperti sentuhan, belaian, ciuman, perhatian, dan
kata-kata positif.
Aturan yang
konsisten3 merupakan bentuk komunikasi tidak langsung, yang berperan dalam
proses pembiasaan anak selanjutnya. Jadi, ibu dan ayah harus menjaga
konsistensi tentang semua aturan yang disepakati dan pembiasaan yang dilakukan
bersama anak. Jika kesepakatan aturannya tidak boleh, maka kita pun tidak boleh
melakukannya. Ingatlah, pada dasarnya anak hanya ingin merasa diperhatikan dan
disayang oleh ibu-ayahnya.
Ibu dan ayah
tercinta, komunikasi kita yang berkualitas pada anak usia dini akan membuat
mereka mampu mengenal dan membedakan benar salah, memudahkan dalam mengetahui
akar persoalan, serta memberikan kepentingan yang terbaik untuk anak.
Harapannya, di masa yang akan datang, anak tidak salah dalam memilih pergaulan
di luar rumah dan tidak mencoba-coba sesuatu yang membahayakan, baik bagi
dirinya maupun lingkungannya.
Selamat menjalin
komunikasi dengan ananda tercinta!
DAFTAR ISTILAH
1. Karakteristik =
ciri-ciri khusus,
2. Ekspresif = mampu
memberikan (mengungkapkan) perasaan, maksud
3. Konsisten = ajek,
stabil,
SUMBER BACAAN
Perilaku menyimpang
remaja, Data survey KOMNAS • Perlindungan Anak Indonesia, tahun 2007
Episentrum, Psikologi
(Psychological Assessment, • Counseling).htm
Modul Komunikasi
Dalam Pengasuhan Anak Usia Dini, • Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat
Jenderal Pendidikan Non-Formal Dan Informal, Direktorat Pendidikan Anak Dini
Usia, th.2008
Psikologi
Perkembangan, Hurlock, E. B.. Alih bahasa: • Dra. Istiwidayanti dan Drs
Soedjarwo, M.Sc.: Erlangga Jakarta th.1993
Hubungan antara Gaya
Pengasuhan Orang Tua dengan • Tingkah Laku Prososial Anak, Mahmud, H. R. Jurnal
Psikologi. Vol II. No. 1, h. 1-9: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, tahun 2003.
I love You Ayah
Bunda, Kumpulan Kisah Inspirasi • Pendidikan dan Parenting Terbaik Ayah Edy di
Radio SMART FM. Tahun 2009
Dedy Andrianto, S.Kom
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan
Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar