Sabtu, 06 Oktober 2012

Sukses Mengasuh Anak Usia Dini


Ibu dan ayah, tidak terasa sekarang ananda sudah semakin besar. Tulang dan otot kaki-tangannya, sudah semakin panjang dan kuat. Ia sekarang bergerak lebih lincah dan bisa berlari. Kelucuan bayi kecil memang masih terlihat di wajah dan tubuhnya, tetapi sekarang ia bukan bayi lagi.
Selepas masa bayi, umumnya anak-anak dimasukkan ke program pendidikan nonformal, seperti Kelompok Bermain (KB) untuk anak umur 3—4 tahun atau Taman Kanak-kanak (TK) untuk anak umur 5—6 tahun. Nantinya, pada umur sekitar 6 tahun, barulah ananda akan memasuki pendidikan formal, seperti Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Mengingat program pendidikan di KB dan TK sering terlihat seperti bermain dan bernyanyi saja, sehingga banyak juga orangtua yang memilih untuk mengasuh sendiri anak di rumah dan nanti langsung memasukkannya ke SD. Hal ini sah-sah saja, meski sebenarnya banyak hal yang dipelajari anak elalui kegiatan bermain dan bernyanyi ini. Anak memperoleh rangsangan yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga ia menjadi lebih siap memasuki program pendidikan di SD.
Apa pun pilihan ibu-ayah, baik untuk anak yang diikutkan dalam program pendidikan KB dan TK atau anak yang diasuh sendiri sampai usia masuk SD, tetap saja ibu dan ayah merupakan peran utama dalam proses pengasuhan anak. Ibu dan ayah diharapkan dapat memberikan rangsangan yang membantu anak mencapai perkembangan yang berkualitas. Apalagi kita tahu masa 0—6 tahun adalah masa dimana anak memiliki kemampuan belajar yang sangat besar. Jadi, bila hanya mengandalkan program belajar di KB dan TK yang biasanya berlangsung paling lama 2 jam, tidaklah cukup. Kegiatan memberi rangsangan pada anak harus berlangsung juga di rumah.
Tidak mudah memang, mengasuh anak yang mulai besar. Terdapat beberapa tantangan tersendiri yang harus dihadapi ibu dan ayah. Buku kecil ini dipersembahkan untuk memudahkan ibu-ayah dan orang dewasa lain dalam menghadapi anak-anak usia 3—6 tahun. Dengan membaca buku ini, diharapkan ibu dan ayah dapat bekerja sama dengan mentor atau guru di KB dan TK dalam upaya mengoptimalkan perkembangan anak.

A.  MEMAHAMI ANAK USIA 3-6 TAHUN
Usia 3-6 tahun adalah masa perkembangan yang menarik. Di usia ini anak menjadi amat menggemaskan karena mereka sudah bisa berjalan dan bicara. Banyak sekali kemampuan baru lain yang ditunjukkannya.
Nah, berikut ini perkembangan yang dialami anak dalam rentang umur 3—6 tahun.
Perkembangan Fisik
Selain bertambah tinggi dan berat, terjadi perkembangan sel-sel otak yang sangat pesat. Dengan berkembangnya sel otak, kemampuan anak mengendalikan gerakannya pun semakin baik. Terdapat 2 jenis gerakan yang mulai dikuasai anak usia ini, yaitu gerakan motorik kasar (gerakan yang melibatkan otot-otot besar) dan gerakan motorik halus (gerakan yang melibatkan otot-otot kecil).
Perkembangan Kecerdasan
Perkembangan sel otak membuat anak mulai dapat memusatkan perhatian lebih lama terhadap sesuatu; mulai bisa mengingat sesuatu, bahkan untuk hal-hal yang detail; juga mulai bisa membedakan hal-hal nyata dan bayangan atau mimpi.
Perkembangan Bahasa
Sampai sekitar usia usia 6 tahun, anak dapat mengucapkan sekitar 10.000 kata. Ia juga mampu merangkai kata menjadi sebuah kalimat sederhana. Mula-mula hanya kalimat yang terdiri atas 2 kata, seperti, “Ade mamam”, lalu menjadi lebih banyak dan kalimatnya pun semakin lengkap, seperti, “Ade besok mau makan ayam goreng buatan nenek.”
Perkembangan bahasa berkaitan dengan perkembangan aspek lain. Ketika anak berbicara dengan ibu-ayah, ia bukan hanya belajar berbahasa, melainkan juga belajar tentang aturan-aturan, apa yang harus dilakukannya atau petunjuk umum tentang cara menghadapi suatu masalah.
Perkembangan Emosi
Anak mulai mengenali perasaan-perasaan yang lebih rumit selain rasa senang dan sedih. Ia juga mulai lebih paham apa yang menyebabkan munculnya suatu perasaan tertentu. Meski demikian, pemahamannya masih sangat sederhana. Hal lain yang juga mulai terlihat adalah kemampuan memahami perasaan orang lain dan mengendalikan diri. Kedua kemampuan itu amat dibutuhkan untuk belajar berteman dan mempertahankan pertemanan.
Selain itu, anak-anak usia ini masih sangat mudah terpengaruh oleh perasaan orang lain, sehingga ia sering terlihat mudah kasihan pada orang lain. Perasaan seperti ini dibutuhkan untuk menumbuhkan kepedulian dan ketulusan membantu.
Perkembangan Identitas Diri
Anak masih berpikir dengan cara sederhana. Bagi mereka hanya ada “hitam dan putih” atau “baik dan buruk”. Kebanyakan anak melihat diri mereka sebagai anak baik. Hanya anak-anak yang sering mengalami kekerasan akan merasa dirinya anak yang tidak berguna atau nakal.
Perkembangan konsep diri memang banyak dipengaruhi lingkungan. Lihat saja konsep diri yang berkaitan dengan jenis kelamin. Bagaimana lingkungan memperlakukan anak laki-laki atau perempuan, akan berpengaruh terhadap perilaku anak. Misalnya, dengan membedakan permainan atau baju-bajunya, maka anak laki-laki akan menyukai permainan bola, sedangkan anak perempuan main boneka; baju anak laki-laki berwarna biru, anak perempuan berwarna merah muda. Terkadang lingkungan juga dapat menentukan sikap anak laki-laki atau perempuan. Contoh, anak laki-laki dibiasakan berani, tidak boleh menangis, boleh memanjat dan boleh bermain jauh. Sedangkan anak perempuan boleh terlihat malu-malu, atau harus rapi dan teliti.
Perkembangan Sosial
Bila semasa bayi anak lebih sering bersama ibu dan ayah, maka dengan kemampuan berbahasa yang makin baik, ia mulai dapat menjalin hubungan dengan orang-orang di sekitarnya, seperti adik, kakak, anak-anak kecil lain atau orang dewasa lain. Bagaimana cara ibu dan ayah berhubungan dengan anak, akan sangat memengaruhi caranya bergaul dengan orang lain.
Orangtua yang peka dan memberi rasa aman pada anak, akan membuat anak memiliki rasa percaya diri ketika berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya.
Sedangkan hubungan anak dengan adik atau kakak, akan mengembangkan kemampuannya untuk peduli pada orang lain dan keinginan membantu. Itulah sebabnya terlihat tingkat kepedulian yang berbeda antara anak-anak tunggal dan anak-anak yang bersaudara banyak.
Hubungan dengan teman sebaya, umumnya mulai dijalin ketika anak memasuki usia 2 tahun, terutama anak belajar bagaimana berbagi dan menunggu giliran main. Anak di usia ini memang mulai ingin terlibat dalam kegiatan bermain bersama teman.

B.  APA YANG DIPELAJARI ANAK DI KB ATAU TK?
Perkembangan otak diyakini oleh para ahli terjadi sangat pesat di masa anak-anak. Bayangkan saja, 50% perkembangan sel-sel otak terjadi ketika anak mencapai usia 4 tahun dan 80% ketika anak berusia 8 tahun. Oleh karena itu, anak-anak usia 3—6 tahun diharapkan diikutkan dalam program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Negara-negara yang sudah mengembangkan program PAUD dengan serius, menganggap program pendidikan di tahap ini tidak lagi hanya sebagai pelengkap, tetapi sama penting dengan pendidikan di SD dan selanjutnya.
Terdapat 2 tingkatan program untuk anak usia 3—6 tahun yang sudah dikenal masyarakat Indonesia, yaitu:
  1. Program untuk anak 3-4 tahun, dikenal dengan nama Kelompok Bermain (KB).
  2. Program untuk anak 5-6 tahun, dikenal dengan nama Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudatul Athfal (RA).
Kedua program pendidikan ini, utamanya bertujuan untuk menyiapkan anak menghadapi cara belajar di SD. Meski demikian, kegiatan pembelajaran dalam program ini, tampak belum seserius cara belajar anak-anak SD.
Anak usia dini belajar dengan caranya sendiri. Bermain merupakan cara belajar yang sangat penting dan utama. Bermain dianggap penting karena anak akan belajar dengan perasaan senang, aktif, tidak terpaksa dan merdeka. Nantinya guru akan memasukkan unsur-unsur pembelajaran dalam kegiatan bermain, sehingga anak tidak sadar telah belajar berbagai hal. Misalnya, ketika anak diajak menyanyikan lagu yang menyebutkan semua anggota tubuh, anak juga belajar tentang anggota tubuhnya (kepala, pundak, lutut, kaki, dan sebagainya).
Proses belajar yang dilakukan melalui pemberian rangsang fisik maupun psikologis ini, diharapkan dapat mengoptimalkan semua aspek perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai agama, (2) sosial-emosional, (3) kecerdasan, (4) bahasa, (5) fisik-motorik, dan (6) seni. Pengembangan secara menyeluruh ini dianggap perlu, karena anak-anak dalam program PAUD dipandang sebagai individu yang baru mengenal dunia.
Anak belum mengenal tatakrama, sopan-santun, aturan, norma atau aturan bergaul yang membantunya untuk berhubungan dengan orang di sekitarnya, sehingga perlu dibimbing. Anak juga perlu dibimbing memahami berbagai fenomena alam dan mengetahui keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup.
C.  BEBERAPA KEMAMPUAN YANG HARUS DIAJARKAN PADA ANAK USIA 3—6 TAHUN.
Melakukan jadwal beraktivitas dan beristirahat yang sehat.
Anak seharusnya sudah tahu kapan waktu istirahat dan kapan waktu beraktivitas. Ia tidak perlu lagi dipaksa untuk berhenti bermain kala berada di sekolah atau diminta tidur ketika di rumah.
Memperlihatkan kebiasaan makan yang sehat.
Anak diharapkan sudah bisa makan sendiri dengan rapi. Ia juga mau mencoba berbagai rasa atau jenis makanan baru.
Dapat buang air besar dan kecil sendiri di tempatnya.
Paling tidak ia harus sudah bisa memberi tahu kapan akan buang air besar (BAB) atau kecil (BAK) dan mau belajar untuk dapat BAB atau BAK sendiri, dengan cara yang sesuai jenis kelaminnya. Selain itu, anak juga perlu belajar menyesuaikan diri dan dapat menerima berbagai kondisi jamban atau kamar mandi.
Mampu melakukan aktivitas fisik yang dibutuhkan sesuai usianya.
Termasuk kegiatan motorik kasar (seperti memanjat, menyeimbangkan diri, berlari, meloncat, mendorong, menarik, menangkap), motorik halus (seperti mengancingkan baju, menarik retsleting, menggunting, menggambar, mewarnai, membentuk tanah liat).
Ikut serta dalam kegiatan keluarga.
Anak seharusnya sudah mampu terlibat dalam berbagai kegiatan keluarga (seperti ke acara pernikahan) dan menerima tanggung jawab, meski sederhana (seperti membereskan mainan).
Menunda dan mengendalikan keinginan.
Bayi-bayi kecil tentu saja tidak bisa menunda keinginannya untuk mendapatkan sesuatu. Semakin besar, anak harus dapat mengendalikan diri. Terhadap teman, ia harus dapat berbagi dan menunggu giliran. Sedangkan ketika berada di tempat tertentu, seperti tempat ibadah, ia harus menyesuaikan tindakannya, seperti tidak boleh berlari atau berteriak-teriak.
Menunjukkan perasaan dengan cara yang sehat.
Di usia ini, anak diharapkan mampu membedakan lebih banyak jenis perasaan, bukan hanya terbatas pada senang atau sedih. Jenis perasaan lain yang perlu dikenalnya adalah rasa takut, sayang, bersemangat, senang, cemas atau sedih. Selain memahami perasaan sendiri, anak juga diharapkan dapat memahami perasaan orang lain, sehingga ketika menun18 jukkan perasaannya, sudah mempertimbangkan perasaan orang lain. Misalnya, ketika marah, ia tidak boleh berteriak dan memukul, karena hal itu menyakiti orang lain.
Memulai dan mempertahankan hubungan dengan orang-orang di sekitarnya.
Anak sudah bisa bercerita atau mendengarkan orang lain. Keterampilan ini diperlukan dalam berteman, sehingga tidak heran bila di usia ini anak sudah dapat berteman.
Menghindari bahaya.
Anak diharapkan paham hal-hal yang membahayakan, seperti api, lalu lintas, tempat tinggi, racun, binatang, kolam yang dalam, dan sebagainya. Ia juga perlu paham apa yang harus dilakukan untuk menghindari bahaya sesuai usianya. Contoh, anak diajarkan cara menyeberang jalan, menghadapi anjing, atau menolak tawaran orang asing.
Berani menunjukkan keinginannya.
Anak mampu bercakap-cakap. Ia juga memiliki rasa ingin tahu yang besar, sehingga kebanyakan anak sudah mampu menyampaikan pemikirannya, bertanya, dan berinisiatif melakukan sesuatu
Mulai memahami tentang dirinya sendiri, konsep Tuhan dan benda-benda di sekitar.
Misalnya, perbedaan jenis kelamin, cara kerja suatu alat atau paham tentang benda-benda alam (bintang, matahari).

D.  TANTANGAN MENGASUH ANAK USIA DINI DAN CARA MENGATASINYA
Baik sekolah maupun ibu-ayah, pada dasarnya memiliki keinginan yang sama dalam mendidik dan mengasuh anak usia dini, yaitu menyiapkan anak untuk menghadapi kehidupan. Hanya saja, sekolah lebih khusus menyoroti kesiapan anak menghadapi pelajaran di SD, sedang ibu-ayah menyoroti kesiapan anak menghadapi tantangan dalam kehidupannya secara keseluruhan. Adanya kesamaan tujuan ini seharusnya membuat kedua pihak dapat saling bahu membahu dalam mengembangkan kemampuan anak usia dini.
Memang, tidak mudah mengasuh anak pada usia ini. Setelah mengetahui kemampuan apa yang harus dicapai anak di usia ini, ibu dan ayah juga perlu tahu masalah yang sering muncul pada usia ini dan cara mengatasinya. Berikut adalah berbagai tantangan yang sering dihadapi orangtua berkaitan dengan perkembangan anak usia 3—6 tahun dan cara mengatasinya.

Tantangan
Anak sangat aktif, tidak bisa diam, sehingga membutuhkan perhatian lebih. Hal ini sering melelahkan ibu dan ayah.
Saran Tindakan
  1. Anak menjadi sangat aktif karena rasa ingin tahunya. Untuk membuatnya mau memusatkan perhatian lebih lama pada suatu kegiatan, pikirkan kegiatan bermain yang menarik. Mengajak bermain juga dapat mengajari anak akan banyak hal.
  2. Berikan fasilitas bermain sesuai dengan usianya. Tidak perlu mahal, karena banyak barang yang dapat dimanfaatkan. Cari barang yang menarik perhatian dan dapat digunakan untuk belajar sesuatu, tetapi aman.
  3. Contoh, kotak karton mi instan dipakai bermain rumah-rumahan.
  4. Sempatkan diri untuk beristirahat, karena memang mengikuti aktivitas anak sering membuat kita lelah.

Tantangan
Dalam beraktivitas (berkegiatan), anak belum bisa memperkirakan bahaya, sehingga selalu harus dijaga.
Saran Tindakan
  1. Perhatikan lingkungan rumah, cari alat-alat yang membahayakan anak, lalu jauhkan atau simpan di tempat yang aman. Selain itu, ubah tata ruang bila memang membahayakan. Contoh, buatlah tempat penyimpanan khusus untuk pisau, linggis, cangkul, gergaji dan benda-benda tajam lain; tumpulkan sudut-sudut meja, terutama meja kaca; berikan pagar pengaman di tangga.
  2. Jelaskan pada anak tentang bahaya dan ajarkan cara menghindarinya.
  3. Misalnya, naik ke tempat tinggi akan membuatnya jatuh, jadi ajarkan cara memanjat yang benar.
  4. Manfaatkan bantuan orang lain untuk membantu menjaga anak, tetapi jangan lupa untuk memberi tahu apa yang harus dan tidak boleh dilakukan, selain juga harus tetap “memeriksa” sesekali.

Tantangan
Anak belum bisa mematuhi jadwal kegiatan rutin dan mulai suka melawan atau menghindar bila diminta melakukan sesuatu.
Saran Tindakan
Hindari hukuman dalam mengajarkan disiplin. Untuk itu lakukan:
  1. Pertama kali, tentukan perilaku yang ibu-ayah harapkan.
  2. Jelaskan pada anak, mengapa hal itu harus dilakukan. Semakin konkret penjelasannya, semakin mudah dipahami.
  3. Bantu anak untuk mengikuti jadwal atau perilaku yang telah ditetapkan.
  4. Berikan pujian ketika anak mampu melakukannya, bahkan ketika perubahan yang terjadi amat sedikit.
  5. Sepakati hadiah di awal. Hadiah tidak perlu mahal. Contoh, bila dalam 1 minggu minimal ia menyikat gigi sebelum tidur sebanyak 5 kali, akan diberi 1 buah ikat rambut. Anak-anak selalu senang melakukan sesuatu untuk hadiah

Tantangan
Anak sering bertengkar dengan temannya.
Saran Tindakan
  1. Di usia ini anak memang sedang belajar membina hubungan sosial, terutama dengan teman. Agar dapat berteman, paling tidak ia harus belajar berbagi dan menunggu giliran. Jadi, biasakan anak untuk melakukannya di rumah, baik dengan ayah, ibu maupun anggota keluarga lain.
  2. Jelaskan pada anak, apa yang diharapkan untuk dilakukannya dalam situasi itu, misalnya meminta pada teman, bukan merebut.
  3. Beri kesempatan pada anak untuk menceritakan situasi sebenarnya. Dalam menceritakan, terdapat hal penting yang sangat berarti bagi anak, yaitu kesempatan menunjukkan emosinya. Tunjukkan bahwa ibu-ayah memahami emosinya, misalnya dengan mengatakan, “Anak Ibu sepertinya sedih sekali mainannya direbut ya?”
  4. Jelaskan kemungkinan-kemungkinan mengapa hal itu dapat terjadi, seperti, “Mungkin Dodi marah karena kamu memukul tangannya, Nak.”
  5. Ajarkan cara mengatasinya. Bahkan ajarkan kata-kata yang harus diucapkan untuk mengatasi situasi pertengkaran itu.
  6. Bila memungkinkan, fasilitasi anak untuk memperbaiki hubungannya dengan temannya, dengan mengutamakan keadilan. Cara ibu-ayah mengatasi masalah akan ditirunya dan hal itu membuat anak belajar menghadapi masalah dalam hubungan pertemanan.
  7. Selalu berikan pujian pada anak ketika ia melakukan suatu tindakan yang sudah sesuai.

Tantangan
Anak masih suka mengamuk dan berlebihan ketika mengekspresikan (mengungkapkan) perasaannya
Saran Tindakan
  1. Anak-anak menjadi berlebihan dalam mengekspresikan emosi (berteriak, menangis keras, mengamuk, berguling-guling di lantai) karena ketika ia mencoba menarik perhatian ibu-ayah, tidak segera mendapatkannya. Oleh karena itu, tunjukkan perhatian ibu-ayah sejak awal, misalnya dengan menoleh padanya atau mendekat ketika ia memanggil atau mengajak bicara.
  2. Bila sudah mengamuk, jauhkan anak dari benda-benda berbahaya.
  3. Peluk anak atau tunjukkan bahwa ibu-ayah peduli padanya. Emosi anak biasanya akan mereda. Tindakan ibu-ayah menunjukkan kepekaan dan pemahaman atas perasaannya. Ini akan mengajari anak untuk peka pula pada perasaan orang-orang di sekitarnya.
  4. Bila anak mulai memukul, tangkap tangannya dan tatap matanya sambil mengatakan “STOP”. Pilih kata yang singkat
  5. Ajak bicara, pahami masalahnya, lalu ajarkan dan bantu anak menyelesaikan masalahnya. Tidak berarti ibu-ayah harus selalu mengikuti kemauannya, lo. Misalnya, ia ingin es krim, padahal tidak boleh karena sedang pilek. Alihkan dia pada makanan yang memungkinkan.
  6. Dalam suasana yang sudah menyenangkan, ajarkan cara meminta perhatian ibu-ayah tanpa perlu berteriak atau marah.

Tantangan
Mengingat anak mulai bersekolah, ibu-ayah sering cemas tentang biaya pendidikan untuk anak.
Saran Tindakan
  1. Persiapkan anggaran sedini mungkin, bahkan sejak ananda masih bayi, agar upaya menabung tidak dirasa memberatkan.
  2. Pisahkan tabungan untuk pendidikan agar memudahkan ibu-ayah mengatur anggaran keuangan keluarga.
  3. Realistis dalam merencanakan anggaran. Hitung dulu seberapa besar penghasilan ibu-ayah, baru kemudian tentukan rencana yang paling mungkin dicapai.
  4. Tentukan prioritas. Jika kebutuhan hidup sangat banyak dan sulit untuk menyisihkan dana pendidikan ananda, maka kurangi beberapa pos pengeluaran yang tidak terlalu penting, seperti belanja pakaian dan jajan yang tak perlu.
  5. Pilih cara menyimpan dana pendidikan. Umumnya dana pendidikan diatur dengan menabung atau membeli asuransi. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pelajari keduanya dan pilih yang paling sesuai untuk ibu-ayah.


Tantangan
Anak sering meniru perilaku ibu dan ayah. Misalnya, ketika ia menegur kakak untuk tidak ribut, sangat mirip dengan ayah, lengkap dengan tangan yang menunjuk-nunjuk.
Saran Tindakan
  1. Anak-anak pada usia ini memang sedang senang meniru. Ketika meniru, sebenarnya ia sedang mengembangkan kemampuan sosialnya. Dalam perkembangan sosialnya, ibu dan ayah memang memiliki pengaruh yang besar. Peran yang dijalani ibu dan ayah dalam membantu perkembangan sosial anak adalah sebagai :
1)  Lawan bicara. Mengajak anak bicara, berarti mengajari dan mendorongnya untuk berinteraksi dan menjalin hubungan.
2)  Pelatih. Ibu-ayah memang merupakan pelatih dan contoh bagi anak tentang bagaimana cara menjalin hubungan dengan orang di sekitarnya.
3)  Sebagai orang yang mencarikan kesempatan dan aktivitas bagi anak agar kemampuan bersosialisasinya berkembang. Terkadang anak-anak tidak berani bicara dengan orang lain. Ketika ia diminta untuk bersalaman, mengucapkan terima kasih atau menyebut nama, ibu dan ayah telah memberinya kesempatanan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

Sumber Bacaan
The Process of Parenting oleh J. Brook. Penerbit: Mc. • Graw-Hill, tahun 2008
Marriage and Family Development oleh E. Duvall. • Penerbit: J.B. Lippincott Company. tahun 1977
Child Development oleh Laura E. Berk. Penerbit: • Pearson Education Inc., tahun 2003
The Big Book of How to Say It oleh Dr. Paul Coleman & • Richard Heyman, Ed. D. Penerbit: Prentice Hall Press, tahun 2001
28 Sukses Mengasuh Anak 3-6 Tahun

Amy Kadarharutami, M.Psi

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar