Jumat, 05 Oktober 2012

Komunikasi Anak Usia Dini


Komunikasi yang terjalin antara ibu dan ayah dengan anak sering kali tidak berjalan selaras. Padahal, ketidakselarasan komunikasi ini selanjutnya dapat berdampak pada perilaku anak di masyarakat. Anak bisa mencari pelarian yang salah di luar rumah (lingkungan) karena anak merasa ibu dan ayahnya tidak dapat mengerti permasalahan yang dihadapinya. Ketidakselarasan komunikasi antara ibu-ayah dan anak biasanya disebabkan adanya perbedaan dunia anak dengan dunia orang dewasa. Tentunya bukan anak yang harus menyesuaikan, melainkan ibu-ayahlah yang seharusnya memahami.
Ibu dan ayah tercinta, sebelumnya mari kita lihat sebuah data survei yang menggemparkan dari KOMNAS Perlindungan Anak Indonesia terhadap anak-anak SMP dan SMU di 12 kota besar di indonesia, tahun 2007 tentang perilaku menyimpang pada remaja. Dari 4.500 anak SMP dan SMU, 3.000 di antaranya mengaku sudah tidak perawan! Bahkan, ada pula (21,2%) yang pernah menggugurkan kandungan!
Para pakar pendidikan menyimpulkan, sebagian besar hal ini terjadi awalnya disebabkan oleh kurangnya komunikasi ibu-ayah dengan anak sejak usia dini, yang kemudian terkumpul dan membesar. Pengakuan dari salah seorang anak mengungkap bahwa mereka melakukan hal itu tanpa sepengetahuan orangtuanya, selain itu beberapa melakukannya karena merasa kurang diperhatikan oleh orangtuanya. Kurangnya komunikasi antara ibu-ayah dengan anaknya membuat anak merasa kurang diperhatikan sehingga mereka mencari sumber perhatian dan kasih sayang yang lain.
Sebagai orangtua, kita merasa sudah memberikan perhatian dan kasih sayang cukup. Sering kali kita tidak mau menyadari kesalahan kita dan cenderung lebih menyalahkan anak atas perbuatannya tersebut. Hingga akhirnya bisa berakibat fatal dan hal ini tentu akan sangat merugikan kita maupun anak.
Apakah komunikasi itu?
Secara umum komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau pertukaran kata-kata/gagasan dan perasaan, di antara dua orang atau lebih.
Pada anak usia dini, berbicara adalah salah satu contoh dari bentuk komunikasi. Contoh lainnya, seorang bayi berusia 3 bulan menangis keras, ibunya datang menghampiri dan memeriksa popok bayi yang ternyata basah. Tangisan si bayi merupakan bahasa komunikasi yang digunakannya untuk menyampaikan pesan. Mengapa diperlukan komunikasi dengan anak sejak usia dini?
Anak usia dini memiliki karakteristik yang unik. Mereka berpikir konkret (nyata) dan lebih percaya dengan apa yang mereka lihat daripada yang mereka dengar. Ibu dan ayah yang memiliki keterampilan berkomunikasi akan meliputi:
1.  Mengenali anak-anak dengan lebih baik lagi
2.  Mengetahui keinginan dan minat anak;
3.  Dapat menjelaskan suatu pengetahuan, nilai agama, nilai moral, nilai sosial pada anak dengan cara yang lebih mudah;
4.  Menjadi lebih percaya diri dalam berkomunikasi sehingga menjadi berhasil guna.
5.  Pentingnya komunikasi bagi anak usia dini:
6.  Mampu mengembangkan kecerdasan bahasa.
7.  Mampu belajar tentang pengetahuan sekitarnya.
8.  Mampu membangun kecerdasan sosial emosional.
9.  Mampu menjalin hubungan kekeluargaan, mengembangkan kepercayaan diri dan harga diri anak.
10. Mampu meningkatkan kecerdasan berpikir anak untuk  membedakan  benar salah.
11. Mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan dan alam  sekitar.
12. Mengenalkan pada Tuhan Maha Pencipta.
13. Sebagai alat untuk menyelesaikan masalah.
Karakteristik anak usia dini dalam berkomunikasi:
  1. Anak berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan isyarat tubuhnya.
  2. Kemampuan bahasa anak terus didorong untuk membantu anak dalam mengungkapkan keinginan dan menjalin hubungan dengan orang lain.

Awal Kata dan Kalimat Pada Komunikasi Anak Usia Dini
Kata-kata pertama adalah ucapan seorang anak setelah mampu bicara dengan orang lain. Kata-kata pertama merupakan cara seorang anak untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, biasanya dianggap sebagai proses perkembangan bahasa yang dipengaruhi oleh kematangan kecerdasan. Kematangan kecerdasan tersebut biasanya ditandai dengan kemampuan anak usia dini untuk menyusun kata dalam berbicara. Kemampuan ini akan terus berkembang jika anak usia dini sering berkomunikasi atau berinteraksi2 dengan orang lain.
Perkembangan kalimat pada anak usia lima tahun pertama:
1. Tahap Awal Bahasa di Usia 0—1 Tahun
Ditandai dengan kemampuan bayi untuk mengoceh sebagai cara berkomunikasi dengan ibu dan ayahnya. Bayi mampu memberikan respons atau tanggapan yang berbeda-beda terhadap perangsangan yang diberikan oleh orang di sekelilingnya. Contoh, bayi akan tersenyum
Kepada orang yang dianggapnya ramah; sebaliknya, dia akan menangis dan menjerit kepada orang yang dianggap tidak ramah atau ditakutinya.
2. Tahap Bahasa Dini di Usia 1—2½ Tahun
Ditandai dengan kemampuan anak membuat kalimat menggunakan satu kata maupun dua kata dalam suatu percakapan dengan orang lain. Periode ini terbagi atas 3 tahap:
a. Bicara satu kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat yang terdiri dari satu kata tetapi mengandung pengertian secara menyeluruh dalam suatu percakapan. Misal, ananda mengatakan, ”Ibu.” Hal ini dapat berarti, “Ibu tolong saya.”; ”Itu Ibu.”; ”Ibu ke sini.”
b. Bicara dua kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat menggunakan dua kata sebagai ungkapan komunikasi dengan orang lain. Contoh, “Kakak jatuh.”; “Lihat gambar.”
c. Bicara lebih dari dua kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat secara lengkap lagi. Umpama, ”Saya minum susu.”
3. Tahap Bahasa usia 2½—5 Tahun
Ditandai dengan kemampuan anak menguasai bahasa yang lebih lengkap. Ragam kata dan jumlahnyapun sudah berkembang. Contoh, “Saya mau makan buah melon.”; ”Saya kemarin pergi ke rumah nenek di Bandung.”
Bentuk-Bentuk Komunikasi Berdasarkan Cara Pengasuhan Orangtua
A.Bentuk Komunikasi Otoriter (Memaksakan Kehendak)
Saat anak usia dini berkomunikasi, berbincang, maupun berdebat dengan kita, sering kali seorang anak merasa kesal, marah, dan berakhir dengan keterpaksaan anak menerima pendapat kita. Ini disebabkan sering kali anak dianggap sebagai orang yang tak tahu apa-apa dan harus menurut apa kata dan kehendak kita. Hal tersebutlah yang membuat anak enggan berkomunikasi dengan kita, karena sudah dapat diketahui hasil akhirnya: anak harus menuruti kehendak ibu dan ayahnya.
Inilah bentuk komunikasi otoriter yang tidak disukai anak usia dini. Ciri-cirinya saat sedang menjalin komunikasi bisa dilihat sebagai berikut:
a. Lebih banyak bicara daripada mendengar, ini merupakan sifat kebanyakan ibu dan ayah. Kita merasa lebih mengerti dan lebih berpengalaman daripada anak kita. Padahal ini dapat membuat anak putus asa dan enggan menjalin komunikasi yang lebih baik dengan kita.
b. Cenderung memberi nasihat dan arahan, tanpa memedulikan perbedaan masa lalu kita dengan masa anak. Kita cenderung mengatakan ini boleh atau itu tidak boleh dan mengharuskan anak mematuhi tanpa menjelaskan alasan dan sebab akibat jika mereka melakukannya. Tak jarang kita memberikan alasan yang tidak dipahami anak kita.
c. Tidak mau mendengar dan memahami dahulu masalah yang dialami anak. Hal ini biasanya lebih dikarenakan keterbatasan waktu yang kita miliki, sehingga kita enggan berlama-lama mendengarkan masalah anak kita.
d. Tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pendapat. Kita cenderung merasa paling tahu dan paling benar daripada anak.
e. Selalu menyalahkan anak. Jika anak melakukan kesalahan, kita tidak meminta penjelasan mengapa ia melakukan hal itu dan mengapa ia tidak boleh melakukan hal itu.
f. Ibu dan ayah yang budiman, itulah gaya komunikasi otoriter atau komunikasi yang memaksakan kehendak pada anak usia dini dan hal ini tidak disukai oleh anak-anak kita.
B. Bentuk Komunikasi Demokratis (Saling Menghargai)
Kita harusnya mampu menjadikan saat berkumpul dan berbincang dengan keluarga sebagai saat yang berkesan bagi anak, meski itu hanya beberapa menit dalam sehari. Yang perlu kita pahami adalah setiap anak memiliki keinginan untuk dihargai dan pendapat yang mungkin berbeda.
Hal-hal yang bisa ibu dan ayah lakukan dalam menciptakan komunikasi yang berkesan dengan anak, antara lain:
  1. Anggap anak sebagai teman. Berikan perhatian dan kasih sayang pada saat ia menceritakan kisahnya, berikan tanggapan selayaknya seorang teman dan bukan sebagai orangtua yang mengatur hidup anaknya.
  2. Puji keberhasilan-keberhasilan kecil yang telah dilakukan anak. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai dan bisa membuat bangga keluarga, juga dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya.
  3. Hargai apa yang telah dilakukannya pada kita. Mungkin hanya sekadar perbuatan kecil, seperti mengembalikan mainan pada tempatnya, menata sepatu di raknya, dan sebagainya.
  4. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak, bila perlu kita cari ungkapan yang paling sederhana agar ia dapat menangkap maksud tanpa salah mengartikan perkataan kita. Selain itu, gunakan kata-kata yang menarik saat berbicara dengannya dan sertai dengan canda-canda kecil agar ia tidak merasa tertekan.
  5. Yakinkan pada anak, kita bisa diandalkan. Tentu tidak hanya sebatas kata-kata, melainkan harus diwujudkan dengan perbuatan. Jadilah kita sebagai ibu dan ayah yang dapat diandalkan dan selalu ada di saat-saat ia sedang membutuhkan bimbingan, dorongan atau hanya sekadar pujian.
  6. Ungkapkan dengan perbuatan. Adakalanya komunikasi tidak terjalin melalui kata-kata namun tidak berarti komunikasi tidak terjalin. Untuk menunjukkan kasih sayang bisa diungkapkan melalui sentuhan, memeluk, membelai, menatap dengan lembut ataupun mencium. Hal ini bisa membuat anak merasa disayang dan diperhatikan.
  7. Ibu dan ayah terkasih, bila komunikasi demokratis yang saling menghargai ini dilakukan, anak akan menyukainya dan akan menjadi komunikasi yang berkesan.

C. Bentuk Komunikasi Permisif (Membiarkan)
Kita cenderung membiarkan anak, tidak peduli, dan kurang sekali terlibat saat berkomunikasi dengan anak. Biasanya kita kurang menggunakan hak kita untuk membuat aturan dan cenderung menerapkan hukuman pada anak, namun tidak membimbing dan memberikan peran anak dalam keluarga.
Tip Berkomunikasi dengan Anak
Ibu dan ayah yang berbahagia, berkomunikasi dengan anak usia dini berbeda dari berkomunikasi dengan remaja maupun orang dewasa. Pemikiran anak cenderung lebih sederhana, konkret (nyata), penuh khayal, kreatif, ekspresif, aktif, dan selalu berkembang. Untuk itu, ibu dan ayah harus dapat menyesuaikan cara berkomunikasinya dengan anak-anak (bukan anak-anak yang harus menyesuaikan dengan ibu dan ayahnya). Dalam bahasa lain, kita menerapkan komunikasi demokratis atau yang saling menghargai.
Untuk membuat anak usia dini merasa nyaman saat berkomunikasi dengan ibu dan ayah, upayakanlah menerapkan hal-hal berikut:
1. Dengarkan apa yang diceritakan ananda dan pancing untuk lebih banyak bercerita. Ia senang sekali menceritakan pengalaman-pengalaman yang baru dilaluinya dan ia akan bersemangat bercerita, jika ibu-ayah mendengarkan dan tertarik dengan apa yang diceritakannya.
2. Saat ananda sedang menceritakan sesuatu, fokuskan perhatian pada ceritanya. Hentikan sejenak kegiatan yang ibu-ayah lakukan, ajak ia mendekat dan dengarkan dengan saksama. Jika perlu, beri sedikit tanggapan.
3. Ulangi cerita ananda untuk menyamakan pengertian, karena mungkin bahasa anak berbeda dengan bahasa kita, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami cerita anak.
4. Bantu ananda mengungkapkan perasaannya dengan bertanya. Jika ananda masih bingung tentang apa yang dirasakannya, apa yang membuatnya sedih atau gembira, maka dengan meminta ia bercerita akan membuatnya merasa diperhatikan.
5. Bimbing ananda untuk memutuskan sesuatu yang tepat. Jelaskan akibat apa yang akan terjadi jika ia mengambil suatu keputusan, jelaskan sebab dan akibat dari keputusan itu secara sederhana agar mudah dimengerti olehnya.
6. Emosi ananda yang masih belum stabil membuat ia mudah marah. Tunggu sampai ia tenang, baru dekati dan tanyakan apa yang mengesalkan hatinya. Jangan sampai membuat ananda merasa sedang diabaikan atau tak diacuhkan.
7. Saat berkomunikasi dengan anak usia dini, ibu dan ayah tak perlu malu, misalnya harus berperan sebagai badut di depan anak, jika dengan cara itu anak akan lebih bisa memahami dan mengerti apa yang ibu-ayah maksudkan.
Komunikasi dengan anak yang dijalin sejak dini dapat memudahkan dalam mendidik dan mengarahkan anak usia dini. Yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Ibu-Ayah Ketika Berkomunikasi dengan Anak.
Hindari dan tidak dilakukan:
A. 12  gaya berkomunikasi negatif sebagai berikut:
1. Memerintah          
2. Meremehkan          
3. Membandingkan            
4. Memberi julukan negatif       
5. Mengancam           
6. Menyindir
7. Menyalahkan
8. Menasehati
9. Membohongi
10. Menghibur
11. Mengkritik
12. Menyelidik
Bila salah satu gaya itu dilakukan, maka:
- Anak usia dini tidak percaya pada perasaannya sendiri.
- Anak usia dini tidak percaya diri.
B. Berbicara tergesa-gesa.
Karena:
- Kemampuan anak usia dini menangkap pesan masih terbatas.
- Tidak memberi kesempatan pada anak usia dini untuk memahami pesan.
Bila hal tersebut dilakukan, maka:
- Anak usia dini tidak memahami pesan.
- Terjadi banyak kesalahan dalam proses pengasuhan, akhirnya ibu-ayah jadi sering marah.
II. Yang boleh dilakukan:
A. Membaca bahasa isyarat tubuh (perilaku anak).
Karena:
- Bahasa tubuh atau perilaku anak lebih mudah dilihat dan tidak pernah berbohong.
- Bahasa tubuh lebih nyata dibandingkan dengan bahasa lisan.
Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka:
- Kita tidak akan memahami anak.
- Anak usia dini lebih mudah emosi/marah.
B. Mendengarkan ungkapan perasaan anak.
Dengan kita mendengarkan ungkapan perasaan anak berarti:
- Mengurangi emosi anak.
- Merangsang kemampuan berbicara.
Caranya:
- Kita ikut merasakan kesedihan, kegelisahan, dan kesenangan anak.
C. Mendengarkan aktif.
Untuk membangun anak dalam hubungan sosialnya dan kepercayaan dirinya.
Caranya:
- Dengarkan dengan sungguh-sungguh sepenuh perasaan.
- Wajah ibu-ayah menghadap langsung ke wajah anak, dengan pandangan mata sejajar.

D. Menggunakan pesan sayang.
Untuk melatih anak memahami perasaan orang lain.
Caranya:
- Ungkapkan perasaan sayang (positif) ibu-ayah kepada anak. Contoh, ”Ibu khawatir kalau kamu berlari-larian seperti itu, nanti kamu bisa terjatuh, Nak.” Atau, “Ayah sayang kamu, Nak. Karena itu Ayah sedih kalau kamu suka memukul temanmu.”
E. Menggunakan kata motivasi
Gunakan kata ”ayo”, ”coba”, ”mari”, ”silakan” untuk menggantikan kata ”jangan” dan ”tidak”. Catatlah berapa kali dalam sehari ibu dan ayah menggunakan kata ”tidak”, ”sudah”, ”berhenti”, ”jangan”, ”tunggu”, ”ayah/ibu bilang apa”. Gantilah kata-kata tersebut dengan kata-kata positif dalam komunikasi:
- Untuk memberikan motivasi dan dukungan, kata ”ayo”, ”coba”, ”mari”, ”silakan” dapat membantu anak usia dini mencoba melakukan. Sedangkan kata ”jangan” dan ”tidak boleh” kadang malah dapat mendorong anak melakukan perlawanan, penolakan atau ingin mencoba. Contoh kalimat larangan, ”Jangan naik pohon, nanti jatuh!”
Dapat diganti dengan kalimat ajakan, “Ayo, kita bermain di bawah pohon saja, pasti lebih menyenangkan.”
- Untuk menggantikan kalimat larangan harus diberikan pilihan yang dapat dipilih anak. Misalnya, seorang anak bernama Ade, meloncat-loncat di atas kursi, maka kalimat yang kita gunakan, misalnya, “Ade boleh duduk di atas kursi atau boleh meloncat di atas karpet ini.”
F. Menggunakan kalimat dan kata-kata positif.
Mengajak dengan menggunakan kalimat positif dan melarang dengan alasan yang bisa dipahami anak.
Contoh:
- Anak mau naik pohon yang basah karena hujan.
Kalimat yang biasa digunakan adalah, ”Kamu jangan naik pohon, nanti jatuh.” Sebaiknya ganti dengan kalimat, ”Nak, coba lihat, pohon ini licin karena hujan semalam, kamu bisa terpeleset dan jatuh kalau naik pohon ini.” Atau, ”Pohon ini licin karena hujan semalam, kamu bisa terpeleset dan jatuh kalau memanjatnya, jadi sebaiknya kamu tidak naik pohon ini.”
- Anak berjalan dengan menyeret selimutnya.
Kalimat yang biasa digunakan, ”Selimutnya jangan diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.” Gantilah dengan kalimat positif berikut, ”Maaf, Nak, selimutnya sebaiknya tidak diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.” Atau, ”Maaf, Nak, angkat selimutnya supaya tetap bersih.”
G. Membiasakan mengucapkan kata “terima kasih”, “permisi”, ”maaf” dan ”minta tolong” pada anak sesuai dengan kejadiannya.
Contoh:
- “Terima kasih ya, Nak, Bunda dibantu merapikan mainan.”
- “Permisi ya, Nak, Ibu ke dapur sebentar.”
- “Maaf, Nak, kita bermainnya sudah cukup dulu, sekarang waktunya mandi.”
- “Nah, Ayah minta tolong, sampahnya dibuang di tempat sampah, ya.”
H. Mengembangkan pertanyaan terbuka.
Untuk melatih berpikir kritis dan kecerdasan anak usia dini.
Caranya:
- Ajari anak membedakan perbuatan baik dan buruk.
Contoh, ketika anak menonton film kartun Tom and Jerry, tanyakan kepadanya, ”Nak, menurutmu, perbuatan Tom dan Jerry yang selalu berkelahi itu, baik apa tidak ya? Sebaiknya bagaimana, ya?”
- Ajari anak membedakan benar dan salah.
Contoh, ”Nak, sebaiknya kita membuang sampah di mana, ya?”
I. Menggunakan kata-kata yang benar.
Untuk melatih anak memiliki pengetahuan tentang tata bahasa yang benar, kita tidak dibenarkan mengikuti atau menirukan kata-kata anak yang masih belum jelas, atau pemenggalan kata yang tidak utuh. Contoh: kata ”mam-mam” untuk ”makan”, ”embin” atau ”obin” untuk ”mobil”, dan sebagainya.
Jadi, kita harus mengucapkan kata dengan istilah yang sebenarnya dan jelas. Contoh, kita mau meminta anak usia dini menirukan kata ”makan”. Jangan katakan, ”Nak, agar kamu jadi kuat dan sehat, kamu harus ma....” (mengharap anak melanjutnya dengan suku kata ”kan”). Seharusnya kita mengatakan, ”Nak, agar kamu jadi kuat dan sehat, kamu harus makan. Harus apa, Nak?”, dengan harapan anak akan mengatakan ”makan”. Jadi, gunakan kata yang utuh.
J. Memberikan contoh perbuatan dari orangtua.
Apa yang dilihat anak akan dilakukan, karena anak lebih percaya pada apa yang dilihat daripada didengar. Jadi, sebaiknya ibu dan ayah memberikan contoh perbuatan secara langsung pada anak.
Antara lain:
- Pembiasaan menggosok gigi saat anak telah tumbuh giginya. Ibu dan ayah menggosok gigi di dekat anak, anak diberikan sikat gigi yang sesuai dan dapat memotivasinya untuk mencoba, semisal sikat gigi dengan bentuk dan gambar-gambar lucu.
- Pembiasaan membuang sampah di tempat sampah. Ibu dan ayah menunjukkan sambil berkata, ”Kalau membuang sampah harus di tempat sampah.”
- Pembiasaan merapikan mainan. Ibu dan ayah memberikan contoh merapikan mainan, lalu anak diminta melanjutkan sampai tuntas. Atau, ibu-ayah mengajak dan anak merapikan mainan bersama-sama, ”Nak, ayo kita simpan kembali mobil-mobilan ini di kotak mainannya.”
- Pembiasaan membaca. Ibu dan ayah seringlah membaca buku, majalah, atau koran di dekat anak. Sediakan buku cerita bergambar yang sesuai dengan usia anak untuk merangsang anak tertarik dengan buku dan akhirnya jadi gemar membaca.
PESAN UNTUK IBU - AYAH
Ibu dan ayah yang budiman, apa pun yang didengar dan dilihat oleh anak usia dini, merupakan rangsangan yang akan diolah dan disimpan dalam ingatannya. Marilah kita memberikan contoh yang nyata dan hindari penggunaan kata-kata yang tidak layak didengar maupun sikap yang tidak layak dilihat olehnya. Untuk itu, dalam berkomunikasi dengan anak, ibu dan ayah harus memerhatikan karakter anak usia dini, agar komunikasi menjadi berhasil guna. Komunikasi harus dibina sedini mungkin dan dilandasi oleh pengertian dari ibu-ayah. Tentunya, komunikasi yang dapat dilakukan tidak hanya sebatas pada percakapan semata, tetapi juga bisa diwujudkan melalui perbuatan, seperti sentuhan, belaian, ciuman, perhatian, dan kata-kata positif.
Aturan yang konsisten3 merupakan bentuk komunikasi tidak langsung, yang berperan dalam proses pembiasaan anak selanjutnya. Jadi, ibu dan ayah harus menjaga konsistensi tentang semua aturan yang disepakati dan pembiasaan yang dilakukan bersama anak. Jika kesepakatan aturannya tidak boleh, maka kita pun tidak boleh melakukannya. Ingatlah, pada dasarnya anak hanya ingin merasa diperhatikan dan disayang oleh ibu-ayahnya.
Ibu dan ayah tercinta, komunikasi kita yang berkualitas pada anak usia dini akan membuat mereka mampu mengenal dan membedakan benar salah, memudahkan dalam mengetahui akar persoalan, serta memberikan kepentingan yang terbaik untuk anak. Harapannya, di masa yang akan datang, anak tidak salah dalam memilih pergaulan di luar rumah dan tidak mencoba-coba sesuatu yang membahayakan, baik bagi dirinya maupun lingkungannya.
Selamat menjalin komunikasi dengan ananda tercinta!
DAFTAR ISTILAH
1. Karakteristik = ciri-ciri khusus,
2. Ekspresif = mampu memberikan (mengungkapkan) perasaan, maksud
3. Konsisten = ajek, stabil,
SUMBER BACAAN
Perilaku menyimpang remaja, Data survey KOMNAS • Perlindungan Anak Indonesia, tahun 2007
Episentrum, Psikologi (Psychological Assessment, • Counseling).htm
Modul Komunikasi Dalam Pengasuhan Anak Usia Dini, • Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Non-Formal Dan Informal, Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia, th.2008
Psikologi Perkembangan, Hurlock, E. B.. Alih bahasa: • Dra. Istiwidayanti dan Drs Soedjarwo, M.Sc.: Erlangga Jakarta th.1993
Hubungan antara Gaya Pengasuhan Orang Tua dengan • Tingkah Laku Prososial Anak, Mahmud, H. R. Jurnal Psikologi. Vol II. No. 1, h. 1-9: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, tahun 2003.
I love You Ayah Bunda, Kumpulan Kisah Inspirasi • Pendidikan dan Parenting Terbaik Ayah Edy di Radio SMART FM. Tahun 2009
Dedy Andrianto, S.Kom

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar