Sabtu, 08 Desember 2012

Aktivitas Tema Binatang Darat (Little Egg)

Selamat pagi sahabat Pre School Little 1 Academy. Apa kabarmu hari ini?
Luar biasa...!!!

Kali ini adik-adik Pre School Little 1 Academy BDNI Yogyakarta, Little Egg Class belajar dan bereksplorasi sesuai tema Nama-nama binatang. 

Setelah sesi berdoa, Kak Fitri mengabsen kehadiran adik-adik. Siapa saja adik-adik yang hadir hari ini ya? Nah, yang dipanggil namanya oleh Kak Fitri angkat tangan kanannya dan ucapkan "Saya".
Selanjutnya, dengan penuh semangat adik-adik dan pendamping melakukan senam Chaki bersama Kakak Tutor.

Berdasarkan tema, adik-adik diperkenalkan nama-nama binatang darat dipandu Kak Santi dan Kak Rifka. Agar pengenalan binatang ini menyenangkan dan seru, kakak Tutor mengajak adik-adik menarik gambar binatang diiringi nyanyian Tarik Nama Binatang. Ingin tahu bagaimana lirik lagunya, yu ikuti Kak Santi bernyanyi bersama:

Coba kutarik nama binatang berikutnya
Sapi atau kudakah?
Sendiri atau bersama?
Coba kutarik nama binatang berikutnya

Mudah bukan?

Bergiliran adik-adik menarik gambar binatang, dan menyebutkan binatang apa ya yang ditarik adik-adik. Hmmm, binatangnya sendiri atau bersama teman-temanya ya?



Pindi mendapat giliran menarik gambar binatang. Kira-kira, binatang apa yang ditarik adik Pindi?



 
"Ara, aku menarik gambar Gajah. Gajahnya bersama teman-temannya", Adik Pindi girang sekali dan memperlihatkan gambar yang ditariknya kepada Ara.
"Aku menarik gambar Harimau. Harimaunya sendirian", timpal Adik Ara kepada Pindi.




Ayo, kita bernyanyi lagu "Kelinciku" bersama-sama...
Melompat-lompat jalan kelinciku
Telinganya bergerak selalu
Kukejar-kejar sampai aku lelah
Dan ku tangkap...hap!
Akhirnya dapat


Sungguh luar biasa semangat belajar adik-adik Pre School Little 1 Academy BDNI Yogyakarta. Anak-anak hebat generasi penerus bangsa.
Salam anak hebat!


Jumat, 07 Desember 2012

Disiplin Pada Anak


RUNTUHNYA KEDISIPLINAN DALAM KELUARGA
Setiap hari terdengar kegaduhan dari dalam rumah Ibu Ani. Kegaduhan itu bersumber dari kemarahan Ibu Ani kepada Doni, anaknya. Penyebabnya, Doni tidak mau mandi. Ini berlangsung setiap hari pada pagi dan sore hari. Pada akhirnya, Ibu Ani akan selalu menggendong Doni ke dalam kamar mandi, dan Doni akan terus menangis sampai ia selesai mandi.

Keadaan seperti di rumah Ibu Ani pasti sering dialami oleh semua keluarga. Ada saja perilaku anak yang membuat ibu-bapak kesal, misal, anak tidak mau cuci tangan sebelum makan atau anak tidak mau tidur dan sebagainya. Semua permasalahan itu bersumber pada satu hal yakni disiplin.

Kata disiplin memang sangat mudah untuk diucapkan namun sulit untuk dipraktekkan. Tidak ada ibu-bapak yang menginginkan anaknya tidak disiplin. Kenyataannya, orangtualah yang tidak menyiapkan anaknya untuk menjadi seorang yang disiplin.

Ada kalanya ibu-bapak tidak memiliki keteraturan dalam menerapkan sebuah kesepakatan atau aturan. Contoh, saat ini Doni tidak mau mandi, namun ibu-bapak tidak memberikan sanksi (hukuman) apa-apa. Pada waktu yang lain, bila Doni tidak mau mandi maka ibu-bapaknya akan memarahi dan memukul Doni.

Nah, ketidakteraturan ini yang menjadi salah satu penyebab anak tidak disiplin. Walaupun begitu tidak ada ibu-bapak yang secara sengaja menginginkan anaknya tidak disiplin. Ibu-bapak selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Ketidaktahuan ibu-bapak tentang cara mendisiplinkan anak bisa jadi salah satu penyebabnya. Akibatnya, tingkah laku anaknya tidak sesuai dengan yang diharapkan lingkungan.

Dalam buku ini akan dijelaskan mengenai pengertian disiplin, bagaimana cara menanamkan disiplin pada anak dan kiat-kiat khusus untuk orangtua dalam menerapkan disiplin.


PENGERTIAN DISIPLIN
Disiplin adalah proses bimbingan yang bertujuan menanamkan pola perilaku tertentu, kebiasaan-kebiasaan tertentu atau membentuk manusia dengan ciri-ciri tertentu. Terutama, yang meningkatkan kualitas mental dan moral. Jadi inti dari disiplin ialah membiasakan anak untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan aturan yang ada dilingkungannya.

Untuk itu disiplin dapat diartikan secara luas. Disiplin dapat mencakup pengajaran, bimbingan atau dorongan yang dilakukan orangtua kepada anaknya. Menerapkan disiplin kepada anak bertujuan agar anak belajar sebagai mahluk sosial. Sekaligus, agar anak mencapai pertumbuhan serta perkembangan yang optimal.

Tujuan awal dari disiplin ialah membuat anak terlatih dan terkontrol. Untuk mencapai itu, ibu-bapak harus mengajarkan kepada anak bentuk tingkah laku yang pantas dan tidak pantas atau yang masih asing bagi anak. Sampai pada akhirnya, anak mampu mengendalikan dirinya sendiri.

Ketika sudah berdisiplin, anak dapat mengarahkan dirinya sendiri tanpa pengaruh atau pun disuruh oleh orang lain. Dalam pengaturan diri ini berarti anak sudah mampu menguasai tingkah lakunya sendiri dengan berpedoman pada norma-norma yang jelas, standar-standar dan aturan-aturan yang sudah menjadi milik sendiri. Disiplin juga mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri anak.

Untuk itu, orangtua harus secara aktif dan terus menerus melakukan pendisiplinan itu. Atau, secara bertahap mengembangkan pengendalian dan pengarahan diri sendiri itu kepada anak.

Cara yang paling baik mendisiplinkan anak ialah dengan menggunakan pendekatan yang positif. Misal, memberikan teladan, dorongan, berkomunikasi, pujian dan hadiah. Sedangkan cara negatif untuk mendisiplinkan anak antara lain dengan memarahi, memukul atau membuat anak marah sehingga proses belajarnya kurang maksimal.


DASAR-DASAR MENERAPKAN DISIPLIN
Ibu-bapak adalah kunci dari keberhasilan mendisiplinkan anak. Untuk itu, ibu-bapak sebaiknya mengetahui dan memahami dasar-dasar menerapkan kedisiplinan untuk memudahkan mendisiplinkan anak. 
Berikut ada beberapa dasar-dasar mendisiplinkan anak yang patut dicermati:

1. Tentukan perilaku khusus yang ingin diubah.
Ibu-bapak hendaknya menyampaikan hal-hal yang nyata dan bukannya tidak nyata. Jangan hanya mengatakan kepada anak untuk menjadi rapi; jelaskan bahwa ibu-bapak ingin agar ia membereskan balok-balok mainannya sebelum ia pergi bermain.

2. Katakan dengan tepat apa yang diinginkan.
Sampaikan apa yang diinginkan dengan tepat kepada anak, agar ibu-bapak dapat menunjukan caranya kepada anak. Contoh, jika menginginkan anak berhenti merengek ketika menginginkan sesuatu. Ibu-bapak hendaknya menunjukkan kepada anak, cara meminta yang baik. Membimbing anak dengan cara memperlihatkan contoh tindakan yang diinginkan akan membantu anak dapat memahami sesuatu dengan tepat.

3. Puji anak jika ia telah melakukan perintah ibu-bapak.
Pujilah apa yang dilakukan oleh anak. Jangan sekadar asal memuji anak. Misal, "Bagus sekali Nak, dapat duduk dengan tenang", dan bukannya, "Kamu adalah anak yang baik karena dapat duduk dengan tenang." Pusatkan perhatian atau pujian pada perilaku anak, karena perilaku itulah yang akan dikendalikan.

4. Tetaplah memuji bila perilaku yang baru memerlukan dukungan pujian.
Jika ingin mengajarkan anak bertingkah laku baik, cara yang terbaik adalah memberikan contoh tingkah laku yang diinginkan. Pujian harus tetap diberikan untuk mendorong mengulangi cara yang benar dalam melakukan segala sesuatu.

5. Hindari adu kekuatan dengan anak-anak.
Gunakan taktik atau siasat untuk menghindar dari pertentangan antara ibu-bapak dan anak. Contoh, jika ibu-bapak menginginkan anak tidur lebih awal, coba gunakan teknik mengalahkan waktu. Cara ini mengalihkan wewenang ibu-bapak kepada benda mati. "Coba Nak, bisakah tidur sebelum jarum pendeknya tepat di angka 9."

6. Lakukan pengawasan.
Melakukan pengawasan dapat diartikan anak memerlukan pengawasan yang hampir terus-menerus. Namun, bukan berarti ibu-bapak harus selalu menemani anak setiap waktu sepanjang hari. Ketika anak sedang bermain, maka orangtua dapat memantau waktu bermain, membantu anak mempelajari kebiasaan bermain yang baik dengan waktu yang terbatas.

7.Jangan mengingatkan anak pada perbuatannya terdahulu.
Jangan mengungkit perilaku salah yang sudah berlalu. Jika seorang anak melakukan kesalahan, dan terus-menerus diungkit hanya akan menimbulkan kemarahan. Tindakan ini malah akan meningkatkan perilaku buruk.

Mengungkit kesalahan yang telah lalu hanya menjadikan kesalahan itu sebagai contoh yang tidak boleh dilakukan. Tidak menunjukkan yang harus dilakukan. Mengingatkan anak akan kesalahannya hanya merupakan latihan untuk membuat kesalahan yang baru


5 LANGKAH MENDISIPLINKAN ANAK
Untuk mendisiplinkan anak memang dituntut kesabaran dari orangtua. Selain itu, keyakinan atau kepercayaan diri bahwa ibu-bapak mampu mendisiplinkan anak. Berikut anak 5 langkah yang harus dipahami.

1.Tenang
Bila ingin mendisiplinkan anak menjadi tenang sebaiknya ibu-bapak harus tenang terlebih dahulu. Jangan dalam

keadaan marah ataupun cemas. Ketika sedang tenang maka pesan yang disampaikan ibu-bapak kepada anak pun menjadi lebih jelas diterima oleh anak.

2. Percaya pada intuisi.
Ibu-bapak adalah orang yang paling mengenal anaknya, sehingga mengetahui perilaku dan sifat anaknya. Ini akan lebih mudah dalam mendisiplinkan anak. Untuk itu tumbuhkan keyakinan bahwa ibu-bapak mampu.

3. Pemilihan waktu yang tepat.
Mendisiplinkan anak harus pada waktu yang tepat dan terus berulang secara teratur. Pemilihan waktu yang tepat, tanpa menunda-nunda akan membuat anak memahami bahwa ia harus melakukan yang diminta oleh ibu-bapaknya.

4. Percaya pada kemampuan ibu-bapak.
Untuk mendisiplinkan anak membutuhkan keyakinan bahwa ibu-bapak mampu melakukannya. Jangan mudah menyerah atau pun mudah terpancing oleh perilaku anak sehingga memnyebabkan kemarahan. Ibu-bapak harus yakin sudah memiliki kiat-kiat untuk menanamkan disiplin kepada anak.

5. Percaya pada kemampuan anak.
Ibu-bapak harus yakin bahwa anak dapat didisiplinkan. Bila satu atau dua kali gagal,bukan berarti bahwa anak tidak dapat disiplin. Percayalah bahwa perubahan tingkah laku pada anak pasti akan terjadi karena anak mampu untuk belajar disiplin.

Untuk mengajarkan disiplin kepada anak, sebaiknya tidak hanya dengan perintah atau marah-marah. Bisa jadi anak tidak memahami keinginan ibu-bapak untuk menerapkan kedisiplinan. Anak malah hanya menangkap pesan kemarahan ibu-bapaknya. Misal, ibu-bapak sering marah bila anaknya tidak mau membereskan mainan. Bila mainannya tidak dibereskan maka ibu-bapak akan memberikan hukuman. 


Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengajarkan kedisiplinan adalah:

Memberikan contoh (menjadi model)
Ibu-bapak harus memberikan contoh dan penjelasan agar anak memahami manfaat dari disiplin. Namun bila hanya memberi contoh tanpa menerangkan maksudnya, membuat anak tidak mengerti mengapa ia harus bertingkah laku baik. Anak hanya melakukan sekadar mengikuti orangtuanya saja, sehingga terkadang menjadi salah mengartikan contoh yang dilihat.

Memberikan penjelasan dan tanya jawab.
Berikan penjelasan kepada anak, apa yang harus dilakukan. Jangan lupa untuk menyampaikan pula alasannya. Jelaskan pula manfaatnya bagi anak bila ia bertingkah laku baik. Ibu-bapak harus yakin bahwa anak paham akan apa yang dilakukan. Penjelasan harus dilakukan berkali-kali sampai anak betul-betul bisa melakukan perilaku tersebut dan mengerti kenapa harus dilakukan.

Selanjutnya, bila anak sudah menguasai perilaku tersebut, orangtua tidak perlu berada didekat anak agar perilaku yang baik itu muncul. Anak, akan dengan senang hati memunculkan perilaku tersebut karena memahami manfaatnya. Misal, anak harus tidur siang, jelaskan kepada anak bahwa bila ia tidak tidur siang maka sore hari tidak akan mengantuk. Anak bisa main dan menonton tv. Tetapi, kalau tidak tidur siang maka ia akan mengantuk nantinya.

Contoh Tahapan Menerapkan kedisiplinan
Untuk menerapkan kedisiplinan yang harus diingat oleh ibu-bapak adalah harus bersikap tenang dan tahu keadaan anak, sehingga tahu kapan waktu yang tepat untuk mendisiplinkan anak. Selain itu, ibu-bapak harus percaya bahwa ibu-bapak bisa mendisiplinkan anak dan anak dapat didisiplinkan. Berikut contoh tahapan mendisiplinkan anak untuk membereskan mainannya setelah digunakan.

Tahap Pertama
Tentukan perilaku yang diinginkan: mainan yang tadinya berantakan dibereskan masuk ke kotak kembali.

Tahap kedua
Katakan kepada anak apa yang sudah di tentukan di tahap pertama, dan katakan pula kegunaannya bila anak membereskan mainannya yaitu anak tidak akan kehilangan mainannya dan mudah untuk mencarinya kembali bila ia ingin memainkannya lagi (tahap kedua ini bisa diulang-ulang dengan tanya jawab dengan anak)

Tahap ketiga
Puji anak bila tingkah lakunya sudah baik yaitu membereskan mainannya dan memasukkannya ke dalam kotak.

Tahap keempat
Bisa terus diulang sampai kedisiplinan yang diinginkan menjadi menetap pada anak.

TIPS
1. Untuk menerapkan disiplin pada anak, ada aturan utama yang jelas. Namun tetap ada kelenturan dari aturan disesuaikan dengan situasi saat itu.
2. Ibu-bapak dan anak harus memperluas pengetahuan melalui buku, televisi, majalah dan media lainnya.
3. Ibu-bapak tidak memaksakan keinginan tetapi lebih mengajar dan berbicara dengan anak. Sesuai dengan usia anak.
4. Mendisiplinkan anak tidak hanya dengan ancaman atau hukuman. Namun dengan membantu anak memahami tujuan atau keuntungannya, bila ia melakukan perlaku itu.
5. Jangan sering mencela anak sehingga anak jadi sedih dan malu. Dikhawatirkan nantinya anak bisa tidak percaya diri.


HADIAH, PUJIAN DAN HUKUMAN
Untuk menerapkan disiplin kepada anak, ibu-bapak kerap memberikan imbalan. Imbalan ini dapat berupa hadiah atau pujian. Akibatnya, anak ingin mengulangi lagi perilaku itu dengan harapan mendapatkan hadiah atau pujian kembali. Namun, apakah pemberian hadiah selalu bermanfaat?

Sebaliknya, bila anak tidak disiplin, orangtua kerap memberikan hukuman. Tujuan pemberian hukuman ini adalah agar anak menyadari bahwa perilaku yang telah dilakukan adalah tidak baik. Namun, bermanfaatkah pemberian hukuman kepada anak?

Hadiah
Ibu-bapak sering mengandalkan hadiah, khususnya bila menghadapi anak kecil. Ibu-bapak menggunakan uang untuk membujuk anak agar mau mengerjakan tugasnya. Terkadang ibu-bapak juga menyogok dengan memberi kue, agar anak mau makan sayur, menempelkan bintang emas di tangan untuk mengajak anak menggosok gigi secara teratur, dan lain-lain.

Hadiah begitu seringnya dimanfaatkan untuk membujuk anak. Banyak orang mengira bahwa hadiah merupakan metode yang tepat agar anak mau mengerjakan perilaku yang diharapkan oleh orangtuanya. Tetapi, apakah begitu?

Pemberian hadiah akhirnya membuat anak bosan dan menilai bahwa hadiah adalah hal yang biasa yang selalu akan didapatnya. Lama kelamaan hadiah akan menjadi kurang baik untuk mendisiplinkan anak karena:
- Hadiah kehilangan nilainya. Uang, mainan dan lain-lain akan tidak ada artinya kalau anak sudah memiliki semuanya.
- Anak dapat memperoleh hadiahnya sendiri. Dengan semakin anak besar maka anak akan dapat menemukan hadiahnya dan kebutuhannya sendiri.
- Anak hanya akan bertingkah laku baik bila ada hadiahnya. Bila tidak ada hadiahnya maka tingkah lakunya akan kembali lagi buruk.
- Anak akan merasa bila tidak ada hadiah artinya ia dihukum.

Pujian
Selain hadiah ibu-bapak juga sering memberikan pujian. Arti kata pujian adalah kata-kata yang artinya baik tentang seseorang, perilaku seseorang, atau prestasi seseorang. Beberapa contoh pesan-pesan pujian:
- Kamu anak yang baik.
- Kamu sudah menjadi pemain tenis yang sangat baik.
- Kamu benar karena menolak untuk pergi.
- Rambut kamu bagus sekali.
- Lukisan-lukisanmu indah sekali.
- Permainanmu benar-benar menunjukkan kemajuan.
- Pekerjaan rumahmu sekarang jauh lebih baik.
- Kamu pasti mampu mendapatkan nilai bagus.
- Pekerjaanmu sangat menyenangkan.
Pemberian pujian harus berhati-hati, karena terkadang anak tidak tahu maksud dari pujian itu sendiri. Misal, setelah anak selesai makan nasi, buah dan minum susu, ibu memuji dengan mengatakan "pintar". Sebaliknya anak menjadi tidak tahu ia pintar untuk tingkah laku yang mana? Ia pintar karena makan buah atau makan nasi atau minum susu. Untuk itu, ketika ibu-bapak memuji tingkah laku anak harus dijelaskan, tingkah laku mana yang dipuji. Misal, "Bagus nak, kamu sudah menghabiskan susumu."

Hukuman.
Hukuman biasanya diberikan kepada anak, ketika muncul tingkah laku yang buruk atau tingkah laku yang tidak sesuai harapan ibu-bapak. Banyak ibu-bapak yang menggunakan macam-macam hukuman selain hukuman fisik. Misal, dikurung dalam kamar, disuruh tidur tanpa makan malam, tak boleh main ke luar rumah, tidak diajak omong, merampas mainan kesayangan anak, memaksa anak untuk menghabiskan makanan yang tidak disukainya, memanggil anak-anak dengan nama ejekan, membuatnya malu di depan teman-temannya.

Ada cara agar hukuman menjadi berguna dengan baik, yakni sebagai berikut:
- Bila tingkah laku yang buruk muncul maka anak diberi hukuman. Ketika tingkah laku itu muncul lagi maka ibu- bapak harus ajeg, tetap memberi hukuman pada anak.
- Hukuman harus dilaksanakan segera setelah tingkah laku yang tidak baik dilakukan oleh anak.
- Hukuman seharusnya tidak dilaksanakan di depan anak-anak lain. Kalau tidak, anak bisa malu dan menjadi marah terhadap orangtua.
- Ibu-bapak harus menjaga bahwa tingkah laku yang salah itu, jangan sampai diberi hadiah.
- Anak-anak tidak boleh dihukum terlalu berat atau terlalu sering, karena anak mungkin akan melarikan diri. Misal, berhenti berusaha, meninggalkan tempat, berhenti sekolah, lari dari rumah, keluar dari tim, melarikan diri ke alkohol dan obat bius.
Ketika memberikan hukuman harus diingat, bahwa hukuman yang diberikan adalah hukuman yang ringan. Jangan sampai hukuman berat seperti memukul (fisik). Bila orangtua sering memberi hukuman, maka hukuman ringan akan berubah menjadi hukuman berat. Hal ini dapat terjadi karena biasanya saat menghukum ibu-bapak dalam kondisi marah sehingga sulit untuk mengontrol dirinya sendiri.

Adanya hukuman sering membuat anak tidak paham, kenapa satu perilaku boleh dilakukan dan perilaku lain tidak boleh dilakukan. Perilaku yang baik muncul di kala orangtua ada, sedangkan dikala tidak ada orangtua maka perilaku yang buruk akan muncul kembali.

Anak yang biasa dihukum akan meninggalkan kesedihan, ketakutan, kemarahan yang memengaruhi perkembangan jiwa anak. Selain itu hukuman yang diberikan pada anak dapat memupuk kekerasan dan kemarahan pada anak, sehingga nantinya anak dapat menjadi orang yang memiliki sifat keras, kasar pada orang lain. Melihat dampaknya yang kurang baik maka lebih baik hukuman tidak digunakan, kecuali dengan pemikiran yang matang dan keahlian yang baik dari penghukum (orangtua).


PESAN UNTUK IBU-BAPAK
Dengan memahami cara-cara dan aturan yang harus dikuasai saat mendisiplinkan anak, maka ibu-bapak akan lebih mudah untuk mengajarkan tingkah laku yang baik kepada anak. Cara-cara yang sudah disampaikan ini dapat digunakan untuk mendisiplinkan berbagai macam tingkah laku misalnya makan, menggosok gigi, mandi dan lain-lainnya.
Selain itu perlu diingat bahwa ibu-bapak pasti dapat mendisiplinkan anak dan ibu-bapak harus yakin bahwa anak pasti dapat disiplin. Bila kedua hal ini diingat maka ibu-bapak tidak akan cepat marah ketika sedang mengajarkan disiplin pada anak.

  

Sumber Bacaan :
Goerge S. Morrison, Early Childhood Education . Today, Eleventh edition, Peaarson International Edition, New Jersey, 2009
Robert S. Siegler., Martha Wagner Alibali, Children. Thinking, Fourth Edition, Prentice Hall, 2005
Thomas Gordon, Teaching Children Self-Dicipline, . New York, 1989
Ferry Wickoff, Barbara Unell, Dicipline without . Shouting or Spanking, 1992
Charles Schaefer, terjemahan Turman Sirait, Cara . Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak, Mitra Utama, Jakarta, 1996


Bercerita Pada Anak

BERCERITA ITU APA SIH?
 Bercerita adalah sebuah kegiatan menyampaikan sebuah kisah atau cerita kepada anak-anak. Kisah/cerita disampaikan melalui kata-kata, bisa diselingi lagu atau humor lucu. Bercerita adalah sebuah kegiatan seru! Sebab, semua anak di seluruh dunia menyukai kegiatan ini. Anak-anak lebih suka jika cerita disampaikan oleh ibu, ayah, paman, bibi bahkan nenek dan kakek mereka. Anak-anak juga merasa senang di dalam kelasnya, jika para guru / pamong juga bercerita setiap hari.
Pembawa cerita bisa satu orang atau dua orang. Seru juga kalau mendengar ibu dan ayah bercerita berdua, seperti penyanyi sedang berduet. Cerita bisa disampaikan kapan saja, yang penting pada saat anak-anak sudah siap mendengarkan cerita. Boleh siang, sore maupun malam hari sebelum tidur. Tidak ada peraturan kapan kegiatan bercerita harus dilaksanakan. Semakin sering ibu dan ayah bercerita semakin baik bagi pertumbuhan anak-anak.
Kegiatan bercerita dalam keluarga atau kelas, persis seperti kegiatan berbincang – bincang atau “ngobrol” biasa. Tapi, dalam bercerita ada beberapa tokoh yang dibicarakan. Tokoh tersebut mengalami sebuah pengalaman atau kejadian yang menarik untuk didengar oleh anak-anak. Pengalaman yang dialami oleh sang tokoh harus sesuai dengan usia anak. Kalau pengalamannya terlalu seram sebaiknya jangan diceritakan kepada anak-anak usia balita (bawah lima tahun). Nanti anak-anak malah ketakutan atau menangis.
Pengalaman si tokoh utama diceritakan dengan kata-kata dan kalimat-kalimat yang menarik di telinga anak-anak. Bahasanya jangan terlalu susah. Kalau anda bercerita seperti orang berpidato, anak-anak pasti bosan.
Jika ada anggota keluarga yang bisa memainkan suara seperti dalang, anak-anak pasti lebih suka. Tapi, kalau tidak bisa, tidak usah kecil hati! Hal terpenting dalam kegiatan ini, semua keluarga harus menikmatinya. Suasana bisa jadi tegang, sedih atau penuh dengan canda tawa.
Kegiatan ini pasti akan menjadi kenangan yang paling indah bagi anak-anak.

APA SIH GUNANYA BERCERITA?
Pasti ibu dan ayah bertanya, apa gunanya bercerita? Coba perhatikan! Jika ibu dan ayah bercerita, pasti ia akan duduk tenang dan konsentrasi penuh pada cerita yang disampaikan. Nah, duduk tenang, konsentrasi dan mendengarkan secara cermat adalah sebuah ketrampilan bagi para batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun). Mendengar itu sama pentingnya dengan berbicara. Kelak ketika si kecil sudah besar, ia akan mampu mendengarkan guru di kelas dengan baik dan benar.
Selain itu, anak tanpa sadar, mempelajari kata-kata baru dari cerita cerita yang disampaikan. Mulai dari kata-kata yang mudah hingga yang sulit. Kalau sudah punya banyak simpanan kata-kata, otomatis si kecil menjadi lebih pandai berbicara ketimbang anak yang tidak pernah mendengar cerita dari keluarganya. Ibu dan ayah pasti akan bangga sekali mendengar “ocehan” si kecil dengan kata kata barunya.
Mendengarkan cerita juga memberikan rangsangan kepada anak untuk memperoleh cerita baru setiap hari. Si kecil akan semangat belajar membaca, karena anak menyadari akan mendapatkan banyak cerita baru jika ia sudah bisa membaca. Pada saat anak belajar membaca, ibu dan ayah harus lebih giat lagi bercerita, supaya anak lebih semangat lagi belajar membaca. Begitu anak sudah bisa membaca huruf dan merangkai kata, maka ia akan rajin membaca cerita dengan sendirinya. Kalau anak sudah rajin membaca, maka tidak akan sulit bagi dirinya untuk membaca buku pelajaran di sekolah jika sudah besar. Karena otaknya sudah terbiasa meramu kata dan kalimat yang mengandung sebuah arti atau makna.
Mendengar, berbicara dan membaca adalah tiga ketrampilan penting untuk batita dan balita. Dengan demikian anak sudah memiliki modal dasar yang baik untuk menghadapi jenjang sekolah yang lebih tinggi.
Penelitian menunjukkan anak yang sering mendengar cerita pada masa balita akan sukses menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Karena, anak menjadi terbiasa mendengar kalimat-kalimat panjang dan mencernanya menjadi sebuah arti.

SIAPAKAH ANAK IBU - AYAH?
Sebelum mulai bercerita, ibu dan ayah harus mengenal dulu, siapakah anakku? Hal ini penting sekali, supaya cerita yang akan disampaikan cocok dengan umur, jenis kelamin dan sifat si kecil. Kalau memaksakan bercerita sebuah cerita yang hanya disukai ibu dan ayah, maka si kecil tidak akan pernah suka mendengar cerita orangtuanya. Akibatnya, anak tidak akan pernah tertarik dengan kegiatan ini. Ibu dan ayah malah akan kehilangan kesempatan untuk mengajarkan ketrampilan mendengar, berbicara dan membaca. Pasti ibu dan ayah tidak mau itu terjadi bukan?
Anak batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) biasanya suka dengan cerita yang berhubungan dengan dunia binatang. Jika nanti sudah berusia 6 tahun ke atas, maka mereka akan mulai suka cerita yang berhubungan dengan manusia.
Anak laki-laki biasanya suka dengan cerita yang energik. Pilih binatang yang gagah sebagai tokoh utamanya. Boleh juga memilih tokoh utamanya adalah mobil, traktor atau bis. Karena, anak laki laki suka dengan mainan tersebut. Kalau anak perempuan, biasanya lebih suka cerita yang sedikit lembut. Pilih binatang yang sifatnya lembut, berbulu, berwarna atau binatang yang pandai bernyanyi.
Kalau anak ibu dan ayah adalah batita maka cerita harus pendek dan mudah dicerna. Anak batita dan balita senang dengan kata -kata yang diulang-ulang. Mereka juga senang mendengar bunyi-bunyian yang lucu di dengar telinga. Seperti “Hip! Hip! Hop! Hop!” atau “Bbbrrmmm… bbbrrrmmm…” atau “Ciut…ciut…cit..cit…”.
Untuk batita dan balita, sebaiknya kalimatnya jangan terlalu panjang. Kalimat panjang sangat membingungkan bagi si kecil. Hal ini karena pengetahuan kata kata mereka yang belum banyak. Selain itu, batita dan balita masih sulit menghapal kata dan kalimat, apalagi mencernanya.
Batita dan balita juga senang dengan mendengarkan cerita yang penuh keajaiban. Misalnya, mobil bisa terbang, atau beruang punya bulu berwarna merah jambu. Ibu dan ayah boleh memasukan hal-hal yang penuh khayalan, karena mereka masih suka berkhayal.
Menghitung dan mengenal warna juga sangat disukai oleh batita dan balita.

BAGAIMANA MEMILIH CERITA UNTUK SI KECIL?
Ibu dan ayah harus pandai memilih cerita untuk si kecil. Apa lagi bagi batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun), karena masih belum sepandai anak anak usia di atas balita. Kalau ibu dan ayah memilih cerita yang terlalu sulit, anak akan jenuh. Nanti ibu dan ayah akan mengira anak tidak suka mendengarkan cerita. Padahal mereka suka mendengarkan cerita, namun yang sesuai dengan usianya.
Anak batita dan balita belum mampu mendengarkan cerita yang terlalu panjang dan dengan jalan cerita yang rumit. Pilih cerita sederhana. Coba ibu dan ayah membaca keras buku tersebut. Coba cermati, berapa lama ibu dan ayah membaca. Kalau lebih dari 5 menit, sebaiknya buku itu tidak di beli. Simpan saja buku cerita tersebut dan ceritakan kepada anak jika mereka sudah berusia di atas 5 tahun.
Anak batita hanya bisa mendengarkan cerita di bawah 3 menit. Sedangkan, balita mampu mendengarkan cerita di bawah 5 menit. Lebih panjang dari waktu tersebut, maka anak sudah sulit untuk konsentrasi. Anak akan mulai mengambil mainan, menangis atau lebih suka menonton televisi. Tapi, kalau anak meminta cerita dilanjutkan, silahkan lanjutkan. Berarti, kepandaian anak mendengarkan sudah lebih baik.
Pilih cerita dengan tokoh maksimum 2 – 3 tokoh saja. Lebih banyak dari jumlah tersebut, maka si kecil akan merasa bingung karena mereka belum dapat mengingat dengan baik. Batita dan balita jika sudah bingung biasanya mengalihkan perhatiannya pada hal lain yang lebih menyenangkan.
Semakin sering anak mendengarkan cerita, mereka akan lebih pandai mendengar dan lebih cepat menghapal tokoh. Oleh sebab itu, jangan heran jika anak bertahan lebih dari 5 menit mendengarkan cerita dan mampu mengingat lebih dari 3 tokoh dalam cerita. Berarti ibu dan ayah sudah sukses bercerita dengan baik bagi si kecil.

BAGAIMANA MEMULAI BERCERITA?
Jangan paksakan si kecil untuk mendengarkan cerita jika ia sedang asyik bermain. Ibu dan ayah tidak boleh memaksa, namun boleh untuk membujuk.
Tunggu sampai si kecil mencari kegiatan yang baru, maka ibu dan ayah dapat menawarkan kepadanya untuk bercerita.
Batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) senang mendengarkan cerita sambil di pangku dan di dekap dalam pelukan. Lakukanlah hal ini, karena anak biasanya masih bingung dan takut dengan setiap kegiatan baru. Mendengarkan cerita sambil menikmati sentuhan kasih ibu atau ayah, adalah sebuah kombinasi yang sangat sempurna. Selain itu, dengan dipangku anak akan lebih tenang dan mudah berkonsentrasi.
Untuk beberapa batita dan balita harus dibantu untuk mulai berkonsentrasi. Caranya? Mulailah bernyanyi lagu-lagu favoritnya. Umumnya anak akan ikut bernyanyi. Nah, kalau anak sudah santai dan ikut bernyanyi, mulailah bercerita. Lembutkan suara ibu dan ayah, supaya si kecil terpikat
mendengar cerita. Tunjukkan gambar yang menarik jika ibu dan ayah punya buku bergambar, atau tunjukan sebuah boneka untuk membantu si kecil agar dapat membayangkan ceritanya.
Kalau si kecil sudah mulai “rewel” atau tidak tertarik dengan cerita ibu dan ayah boleh bernyanyi kembali, supaya si kecil tidak jenuh. Selama bernyanyi ibu dan ayah boleh bertepuk tangan atau melakukan gerakan-gerakan yang menarik minat si kecil. Setelah itu baru melanjutkan cerita.
Bagi anak yang belum pernah mendengarkan cerita, kadang memang sulit untuk tenang mendengarkan cerita. Ibu dan ayah harus sabar dan tidak boleh putus asa melewati proses ini. Begitu si kecil menemukan kenikmatan mendengarkan cerita, ibu dan ayah akan bercerita tanpa gangguan yang berarti.
Sebaiknya, matikan televisi, DVD atau VCD jika sedang bercerita supaya si kecil bisa konsentrasi pada ceritanya. Sebab, tayangan di televisi, DVD, atau VCD tetap menarik bagi batita dan balita. Tayangan tersebut memiliki suara, musik, warna dan gerakan -gerakan yang sangat menarik minat batita dan balita.

PESAN DALAM CERITA
Dalam setiap cerita pasti ada pesan yang ingin disampaikan untuk anak. Pesan cerita bagi anak usia batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) harus ringan dan mudah diingat mereka. Pesan yang berat seperti, “Harus jadi anak yang saleh” atau “Harus hormat pada ayah ibu” atau “Harus rajin belajar” adalah pesan-pesan yang sulit dimengerti oleh balita apalagi batita. Konsep mengenai hal tersebut belum mereka pahami.
Sebaiknya, pesan cerita untuk batita dan balita harus sesuai dengan kegiatan mereka sehari-hari. Kaitkan kegiatan mereka sehari-hari dalam cerita anda. Batita dan balita memiliki rutinitas kehidupan yang masih sederhana. Oleh sebab itu, pesan untuk mereka juga sebaiknya sesuai dengan kegiatan mereka sehari hari, misalnya “Kalau mandi harus bersih dan pakai sabun!” atau “Waah…kalau makan wortel badan akan sehat dan kuat!” atau sesederhana “Kamu anak yang paling ibu sayang”.
Kadang ibu dan ayah tidak menemukan pesan apapun dalam cerita untuk batita dan balita. Hal tersebut jangan membuat bingung. Karena tidak setiap cerita memiliki pesan khusus. Namun, dalam cerita tersebut sebaiknya ada kegiatan menghitung, mengenalkan warna, melakukan gerakan-gerakan untuk tubuh atau bernyanyi. Bagi anak batita dan balita hal ini juga termasuk pesan yang harus mereka ingat.
Jangan paksakan memasukan pesan yang berat, apalagi lebih satu pesan. Jika ibu dan ayah terlalu sering memasukkan pesan dalam cerita, batita dan balita Anda akan melihat kegiatan bercerita sebagai ajang memberi nasihat semata. Padahal bercerita harus meninggalkan kesan yang menyenangkan bagi si kecil.
Ada beberapa orangtua yang suka “menyindir” si kecil melalui cerita ceritanya. Jangan lakukan hal ini! Karena, walau masih usia batita dan balita, mereka sudah menyadari kalau disindir karena perilakunya yang kurang berkenan. Menyindir perilaku melalui cerita akan membunuh selera mereka mendengarkan cerita.

KALAU KEHABISAN BUKU CERITA?
Ada kalanya ibu dan ayah kehabisan buku bacaan untuk dicerita kepada si kecil. Atau, ibu dan ayah lupa membeli buku baru buat si kecil, sementara itu si kecil menagih untuk diceritakan cerita baru setiap hari. Sementara si kecil juga bisa bosan dengan cerita dari buku cerita. Apa yang harus ibu dan ayah lakukan? Ibu dan ayah membuat cerita sendiri! Pasti bisa.
Jika ibu dan ayah perhatikan dalam setiap kisah atau cerita bisa di ringkas menjadi 4 kalimat saja. Bahkan novel yang tebal sekalipun, dapat di ceritakan kembali hanya dalam 4 kalimat saja. Ini adalah rumus ajaib untuk bercerita.
1.     Membuat pembuka cerita. Dalam setiap cerita selalu ada pembuka cerita. Biasanya ditandai dengan kalimat, “Pada suatu hari….” atau “Pada jaman dahulu kala…” atau “Pada suatu pagi yang indah…” Jika menemui kalimat semacam ini, berarti sedang membaca “pembuka cerita”. Ibu dan ayah tentu bisa membuat pembuka cerita. Dalam pembuka cerita, ceritakan dimana cerita itu terjadi. Bagaimana suasana dan kondisi tempat tersebut. Cukup menggunakan satu sampai dua kalimat sebagai pembuka cerita.
2.     Membuat permasalahan cerita. Setelah memperkenalkan tokoh dalam cerita, mulailah membuat permasalahan cerita. Apa masalah yang terjadi? Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Apa penyebabnya? Bagaimana tokoh dalam cerita bereaksi?
3.     Membuat penyelesaian masalah. Tokoh dalam cerita harus dapat menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah sebaiknya dilakukan dengan cara yang cerdik. Dalam bagian ini, ajak si kecil untuk ikut pula mencari jalan untuk menyelesaikan permasalahan. Masukan dari si kecil dapat pula dijadikan jalan keluar dari permasalahan cerita.
4.     Membuat penutupan cerita. Langkah terakhir adalah membuat penutupan cerita. Umumnya, penutupan cerita disampaikan dengan suara riang, gembira dan berbahagia.
Jangan buat cerita menjadi terlalu panjang dan rumit. Tetap hitung waktu untuk bercerita. Sebaiknya tidak lebih dari lima menit.
Jika ibu dan ayah tidak ada ide yang lain, bisa menggunakan cerita yang sama namun diganti tokoh-tokohnya dengan nama dan jenis binatang yang berbeda.
Ibu dan ayah juga dapat membuat sebuah cerita berdasarkan kisah kehidupan sehari hari yang diganti menjadi cerita untuk anak anak. Misalnya, tentang ibu pergi ke pasar dan berjumpa dengan tetangga sebelah. Dalam kisah ini, ibu dan ayah bisa mengajarkan pentingnya saling menyapa, dan beramah tamah dengan tetangga. Atau, kisah ayah pergi bekerja dan
kendaraannya rusak di jalan. Kisah ini bisa mengajarkan untuk tidak berputus asa walaupun sedang menghadapi kesulitan.
Berita di koran juga bisa menjadi ide untuk membuat cerita bagi si kecil. Namun, sederhanakan situasi cerita, mengikuti pola berpikir batita dan balita, agar cerita tetap menyenangkan dan mudah diikuti.


SI KECIL SUKA MENGULANG CERITA
Ini terjadi pada banyak batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun). Dalam sebuah kurun waktu, mereka akan senang sekali dengan cerita yang sama berulang – ulang. Banyak orang tua yang menjadi bosan menceritakan hal yang sama setiap hari.
Jika ini terjadi pada si kecil, jangan heran! Mengapa hal ini bisa terjadi? Batita dan balita senang sekali mampu memahami sebuah cerita dari awal hingga akhir. Mereka senang dapat menebak akhir cerita, dan menemukan hal yang lucu, menegangkan dan seru pada beberapa bagian dari cerita tersebut. Itulah sebabnya mereka senang sekali mengulang-ulang cerita yang sama. Bagi mereka ini adalah sebuah prestasi tersendiri.
Bagaimana menghadapi hal ini? Silakan bercerita hal yang sama berkali-kali. Namun, sesekali belokkan cerita sedikit demi sedikit. Bagaimana kalau si kecil protes? Ibu dan ayah bisa kembali pada alur cerita asli, namun boleh menambahkan jumlah tokohnya. Hal ini harus dilakukan untuk merangsang si kecil agar siap mendengarkan cerita baru.

SI KECIL YANG INGIN BERCERITA?
Si kecil adakalanya tidak ingin mendengarkan cerita ibu dan ayah. Mereka ingin gantian bercerita pada orang tuanya. Mengapa ini bisa terjadi? Sebab anak telah penuh daya ingatnya dengan berbagai cerita. Bagaikan gelas yang sudah penuh, si kecil sudah “luber” dengan ide cerita. Anak ingin berbagi cerita dengan orangtuanya.
Biarkan anak bercerita dan orang tua menjadi pendengar yang baik. Cerita yang disampaikan anak, umumnya berantakan. Kata, kalimat dan jalan ceritanya tidak runut. Tidak apa-apa. Anak sedang belajar mengutarakan pemikiran dengan baik. Jangan kritik cerita mereka. Sebaliknya, ibu dan ayah harus memuji kemampuan mereka. Supaya mereka lebih termotivasi lagi untuk berbicara, bertutur dan menyampaikan ide di kepala mereka.
Sesekali perbaiki perbendaharaan kata mereka, atau susunan ceritanya. Namun ibu dan ayah tetap harus bereaksi positif terhadap cerita anak. Rangsang anak untuk memberi nama pada setiap tokoh yang digunakan. Tugas orang tua mengingatkan si kecil tentang nama dan jalan cerita.
Rangsang si kecil untuk terus mampu mengembangkan jalan cerita. Tanyakan permasalahan ceritanya, dan jangan lupa menanyakan perasaan si tokoh dalam cerita tersebut.

PESAN UNTUK IBU DAN AYAH
Bercerita adalah sebuah proses yang panjang. Dalam prosesnya selalu ada hambatan yang bisa membuat ibu dan ayah putus asa untuk melakukan kegiatan ini. Namun, harus diingat bahwa dalam proses bercerita bagi batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) yang ingin dicapai adalah ketrampilan mendengar, berbicara dan membaca. Jadi, jika si kecil belum dapat mencerna isi cerita dengan baik atau tidak ingat sama sekali cerita yang sudah diberikan, sebaiknya jangan putus asa!
Kegiatan ini adalah sebuah kegiatan yang bersifat seru, hangat dan penuh kasih sayang. Jangan melakukan kegiatan bercerita seperti belajar dan membuat pekerjaan rumah.
Kadang ibu dan ayah sukses bercerita bagi si kecil, kadang tidak berhasil sama sekali. Jika gagal, jangan pernah berpikir bahwa ibu dan ayah adalah orang tua yang tidak baik. Gagal bercerita itu terjadi pula pada pendongeng yang sudah mahir. Suasana hati, kesehatan tubuh, kejenuhan si kecil kadang menjadi kendala ibu dan ayah dalam bercerita. Jangan putus asa, jalan terus!
Terakhir, ibu dan ayah harus menjalankan kegiatan ini dengan hati yang ikhlas karena prosesnya tidak mudah.Ikhlaskan hati, jika si kecil tidak memedulikan cerita. Hal ini bisa terjadi karena si kecil sedang bosan dan jenuh, namun jangan pernah berhenti bercerita.
Hasil jerih payah bercerita, tidak dapat dilihat dalam seketika. Nanti jika si kecil sudah dewasa baru akan terlihat hasilnya. Oleh sebab itu bersabarlah dalam bercerita.
Kegiatan ini sebaiknya tidak saja berhenti pada masa batita dan balita, lakukanlah walau anak sudah menduduki jenjang Sekolah Dasar. Karena proses bercerita adalah proses komunikasi yang baik antara orang tua dan anak.

Selamat mencoba!

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011